Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat kepemilikan investor asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia menunjukkan pertumbuhan pada April 2021. Tren tersebut diperkirakan berlanjut seiring dengan melandainya imbal hasil (yield) obligasi AS.
Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyebutkan, sepanjang April 2021, kepemilikan asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) naik Rp9,93 triliun menjadi Rp961,34 triliun dari sebelumnya Rp951,41 triliun pada Maret 2021.
Meski menunjukkan pertumbuhan, tingkat kepemilikan investor asing terhadap SBN Indonesia masih menunjukkan net sell sebanyak Rp12,56 triliun secara year to date (ytd).
Terkait hal tersebut, Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas Ariawan memaparkan, mulai masuknya dana asing ke pasar SUN Indonesia menunjukkan pemulihan minat investor terhadap Surat Utang Negara (SUN) Indonesia. Hal tersebut ditopang oleh meredanya tekanan eksternal yang mempengaruhi pasar obligasi negara.
Sentimen utama yang mempengaruhi pemulihan minat investor pada obligasi Indonesia adalah melandainya pergerakan imbal hasil (yield) obligasi AS atau US Treasury ke kisaran 1,5 persen. Hal ini dinilai meningkatkan kepercayaan diri investor untuk masuk.
“Kepercayaan investor asing yang perlahan pulih dan tekanan jual yang menurun membuat selera investor terhadap SUN Indonesia mulai kembali,” jelasnya saat dihubungi pada Senin (3/5/2021).
Baca Juga
Ariawan melanjutkan, pemulihan pada pasar SUN Indonesia terlihat dari kenaikan penawaran selama beberapa lelang terakhir. Meski demikian, ia mengingatkan masih ada sejumlah ketidakpastian yang masih membayangi pasar global.
Hal ini membuat beberapa investor masih cenderung waspada sebelum kembali masuk ke pasar surat utang pemerintah Indonesia.
“Tekanan eksternal ini utamanya berasal dari kenaikan yield US Treasury karena kekhawatiran pasar terhadap inflasi AS,” jelasnya.
Ia memaparkan, salah satu indikator kewaspadaan investor yang masih tinggi terlihat dari volume transaksi pada pasar sekunder. Ariawan mengatakan, volume transaksi di pasar sekunder sepanjang April 2021 lebih rendah dibandingkan dengan Maret 2021.
Indikasi lainnya terlihat dari jumlah penawaran yang masuk pada beberapa lelang terakhir. Ariawan menjelaskan, meski menunjukkan tren pemulihan, hasil penawaran yang dihimpun pemerintah dalam beberapa lelang terakhir masih lebih rendah dibandingkan dengan lelang pada awal tahun ini.
"Rata-rata penawaran yang masuk pada lelang awal tahun sekitar Rp58 triliun, masih cukup tinggi dibandingkan beberapa lelang terakhir. Ini mencerminkan sikap sejumlah investor yang masih waspada dan wait and see," jelasnya.
Ariawan melanjutkan, dalam jangka pendek, isu inflasi AS masih belum mereda. Hal ini akan memicu kembali tingginya volatilitas di pasar global yang memicu kenaikan imbal hasil US Treasury.
Kendati demikian, ia menuturkan sentimen ini hanya akan memiliki dampak jangka pendek. Setelah yield US Treasury kembali melandai, pasar obligasi negara akan semakin menarik di mata investor. Hal tersebut akan berimbas pada aliran dana asing ke pasar SUN yang semakin tinggi.
Hal tersebut juga ditambah dengan prospek gelontoran stimulus dari beberapa negara seperti Amerika Serikat dan China. Banyaknya stimulus berimbas pada kenaikan likuiditas global yang juga turut berdampak pada potensi kenaikan inflow asing ke pasar SUN Indonesia.
“Naiknya inflow asing akan menurunkan credit default swap (CDS), dan juga mendorong penguatan imbal hasil SUN Indonesia,” jelas Ariawan.
Terkait imbal hasil, Ariawan mengatakan, yield SUN Indonesia masih berpeluang menyentuh level 6 persen hingga akhir tahun ini. Selain tingginya tingkat likuiditas global, prospek penguatan imbal hasil juga didukung oleh tren suku bunga rendah yang diterapkan bank sentral di dunia, termasuk Indonesia.
Sementara itu, aliran dana asing yang semakin deras akan ikut berdampak positif bagi nilai tukar mata uang rupiah. Dengan kombinasi sentimen tersebut, ia memprediksi inflow asing ke pasar obligasi Indonesia akan semakin deras.
“Untuk jangka pendek, inflow ke pasar obligasi memang akan tetap ada, tetapi dalam jumlah yang relatif terbatas. Setelah volatilitas pasar dan tekanan jual semakin rendah pada paruh kedua tahun ini, aliran dana akan bergerak secara signifikan,” pungkasnya.