Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan rentan melemah pada pekan depan. Pasalnya, kenaikan permintaan dolar AS masih berlanjut diikuti pemulihan aktivitas impor.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah di pasar spot terdepresiasi 0,21 persen menjadi Rp14.565 per dolar AS pada akhir perdagangan Jumat (9/4/2021). Selama sepekan, rupiah melemah 0,27 persen.
Macroeconomic Analyst Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan belakangan ini rupiah cukup tertekan karena faktor musiman permintaan korporasi akan dolar AS yang tinggi pada April - Mei.
Adapun, periode tersebut merupakan musim pembagian dividen dari perusahaan multinasional.
“Selain itu, kegiatan impor cenderung juga mulai menunjukkan arah positif seiring dengan aktivitas manufaktur domestik yang terus ekspansif juga turut berkontribusi untuk permintaan valas,” kata Faiz kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Di sisi lain, tingkat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun atau US Treasury yang mulai turun sehingga mendorong aliran modal masuk ke pasar obligasi Tanah Air disebut bisa menjadi penahan laju pelemahan rupiah. Namun, perlu diingat bahwa inflow tersebut akan terjadi bertahap.
Baca Juga
Dari dalam negeri, peran bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar juga akan dicermati oleh pelaku pasar.
Faiz memperkirakan rupiah berpeluang menguat pada akhir kuartal II/2021 setelah tekanan dari permintaan untuk pembayaran dividen perusahaan multinasional mereda.
Selain itu, potensi aliran modal masuk asing yang terus mengalir ke pasar obligasi seiring dengan belanja fiskal di AS terkonsentrasi paling besar pada kuartal kedua juga akan menjadi penopang pergerakan rupiah.
Belum lagi, pada periode April-Juni ini juga akan ada akselerasi stimulus moneter dari Bank Sentral Eropa (ECB) dalam Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP).
“Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kami melihat potensi pelemahan rupiah untuk beberapa waktu masih akan berlanjut dengan rentang Rp14.500 - Rp14.600,” tutup Faiz.