Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan tingkat imbal hasil (yield) obligasi saat ini berpotensi menjadi peluang emas bagi investor untuk masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik.
CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula memandang kenaikan imbal hasil obligasi AS akhir-akhir ini telah berlebihan. Hal tersebut disebabkan oleh sentimen kekhawatiran kenaikan inflasi yang disandingkan dengan kondisi fundamental obligasi AS.
Ia menjelaskan, sentimen ekspektasi inflasi yang meningkat akan diimbangi oleh rilis data tenaga kerja yang tidak sebagus perkiraan sebelumnya. Sehingga, setelah sentimen mereda, kondisi fundamental akan menyebabkan imbal hasil US Treasury turun kembali.
Menurutnya, selama imbal hasil US Treasury masih fluktuatif, gejolak pada kelas aset lainnya akan tetap terjadi. Meski demikian, ia menilai pergerakan yield Indonesia kurang lebih sejalan dengan kenaikan US Treasury.
“Hal ini mengindikasikan apresiasi investor terhadap perbaikan makro fundamental Indonesia beberapa tahun terakhir,” jelasnya saat dihubungi pada Jumat (5/3/2021).
Ezra melanjutkan, potensi terjadinya outflow lebih lanjut terbilang kecil. Pasalnya, tingkat kepemilikan asing pada SBN telah berada di level yang rendah, di kisaran 24 persen dari total kepemilikan.
Baca Juga
"Ini justru akan menjadi entry level yang menarik untuk investor masuk ke pasar obligasi Indonesia , karena yield SBN Indonesia yang masih terbilang menarik," katanya
Secara terpisah, Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi memaparkan, melonjaknya yield US Treasury dipicu oleh kenaikan ekspektasi inflasi AS akibat serangkaian stimulus fiskal yang telah dan akan dikeluarkan pemerintah AS. Banyaknya kucuran stimulus yang ada akan memicu kenaikan julah uang yang beredar di masyarakat.
“Secara teori, arah inflasi akan berbanding lurus dengan tingkat imbal hasil obligasi,” kata Nico saat dihubungi.
Nico menjelaskan, kenaikan yield US Treasury akan membuat pelaku pasar kembali tertarik untuk berinvestasi di AS. Hal ini memicu peningkatan risiko dan kekhawatiran dari pelaku pasar bahwa aliran dana asing akan keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Dalam sebulan terakhir ini, outflow asing dari pasar SBN sudah sebesar Rp29,5 triliun,” katanya.