Bisnis.com, JAKARTA – Tren kenaikan imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat dinilai hanya bersifat sementara. Dampak negatif yang ditimbulkan sentimen ini terhadap pasar obligasi emerging market dapat menjadi peluang emas bagi investor untuk masuk ke Indonesia
CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula mengatakan, penguatan yield obligasi AS atau US Treasury dinilai hanya bersifat sementara. Menurutnya, kenaikan yield lebih disebabkan oleh euforia pelaku pasar terhadap progres vaksin virus corona yang berjalan di seluruh dunia.
Selain itu, pelaku pasar juga terus memantau kabar paket stimulus dari Amerika Serikat yang telah masuk ke lantai Senat AS. Meski demikian, Ezra menilai masih banyak tantangan yang menghalangi pemulihan ekonomi di AS.
“Data-data ekonomi AS yang belum konsisten dengan sentimen positif ini akan menyebabkan imbal hasil US Treasury kembali mengalami pelemahan,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (1/3/2021).
Ezra menambahkan, pergerakan US Treasury yang fluktuatif tentu akan membawa ketidakpastian dan berdampak negatif untuk emerging market seperti Indonesia. Akan tetapi, setelah volatilitas mereda investor akan kembali melihat fundamental sebuah negara.
“Untuk Indonesia, angka inflasi yang rendah, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang masih akomodatif dan yield obligasi diatas 6.5 persen merupakan level menarik untuk investor masuk kembali ke pasar obligasi Indonesia,” tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan, tingginya imbal hasil surat utang Indonesia justru akan dimanfaatkan oleh para investor untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia. Hal tersebut dilakukan guna meraih yield maksimal untuk investasinya.
“Sejauh ini minat investor terhadap pasar obligasi Indonesia juga terbilang masih bagus. Dengan yield yang sedang tinggi seperti sekarang, mereka dapat memaksimalkan returnnya,” paparnya.