Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah penawaran pada lelang Surat Utang Negara (SUN) Selasa (2/3/2021) besok akan menjadi indikator permintaan investor terhadap obligasi pemerintah Indonesia di tengah tren kenaikan imbal hasil US Treasury.
Pada lelang Selasa besok, pemerintah Indonesia menetapkan target indikatif sebesar Rp30 triliun, lebih sedikit dibandingkan target pada lelang-lelang sebelumnya di level Rp35 triliun.
Lelang tersebut dilangsungkan di tengah pelemahan yield obligasi benchmark Indonesia dengan tenor 10 tahun ke level 6,76 persen pada Jumat lalu. Hal ini terjadi seiring dengan naiknya imbal hasil obligasi AS atau US Treasury.
Adapun, lelang surat utang Indonesia tengah memasuki tren negatif, dimana bid-to-cover ratio pada lelang terakhir turun menjadi 2,1 kali, level terendah sejak Oktober 2020. Selain itu, dua dari empat lelang yang telah diselenggarakan tahun ini gagal mencapai target indikatif.
Rates Strategist DBS Bank Ltd. Eugene Leow mengatakan, jumlah penyerapan yang lebih kecil memang masuk akal mengingat kondisi yield yang sedang fluktuatif.
"Dengan keadaan saat ini, investor cenderung lebih berhati-hati untuk menaruh dananya," kata Leow dikutip dari Bloomberg.
Kendati pergerakan yield US Treasury mulai menurun sejak Kamis lalu, sejumlah investor meyakini tren tersebut masih akan berlanjut seiring dengan pemulihan ekonomi global.
Hal ini terlihat dari aliran dana asing Indonesia yang mencatatkan outflow pada Februari 2021,atau pertama kali sejak September lalu.
Sementara itu, pemerintah Indonesia berencana untuk mengurangi penyelenggaraan lelang SUN dengan memanfaatkan dana anggaran yang tidak terpakai sekitar Rp80 triliun - Rp100 triliun. Meski demikian, sejumlah analis menyatakan langkah ini belum tentu efektif.
Head of Fixes Income Research Maybank Kim Eng Securities Pte., Winson Phoon menuturkan, pengurangan penerbitan surat utang tidak cukup untuk membatasi dampak kenaikan yield US Treasury. Pasalnya, tren kenaikan imbal hasil ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi secara global.
"Mengingat Bank Indonesia telah mengambil peran signifikan sebagai backstop buyer, kebijakan ini kemungkinan tidak akan berdampak banyak," pungkasnya.