Bisnis.com, JAKARTA — Produk reksa dana dolar berbasis efek luar negeri diproyeksi memiliki kinerja yang cemerlang tahun ini seiring dengan pemulihan ekonomi global. Pun, pasar China menjadi salah satu favorit para manajer investasi untuk berburu efek luar negeri.
Direktur BNP Paribas Asset Management Maya Kamdani menuturkan, bagi reksa dana dolar dengan fokus investasi jangka panjang, potensi yang cukup menarik pada reksa dana syariah berbasis efek luar negeri yang fokus investasinya ke pasar Cina.
Pasalnya, pemulihan ekonomi Cina diperkirakan terus berlanjut dengan kuat. Mengacu pada data IMF World Economic Outlook yang menyebut pertumbuhan PDB China sebesar 8,1 persen untuk 2021, menyusul kenaikan 2,3 persen pada 2020 lalu.
“Kenaikan 2,3 persen dalam PDB riil ini berhasil mereka capai tahun lalu tanpa harus menekan suku bunga melalui quantitative easing ataupun meningkatkan beban utang pemerintah dengan pengeluaran stimulus,” katanya kepada Bisnis, Jumat (19/2/2021)
Maya menilai kebijakan moneter dan fiskal yang terkendali selama tahun 2020 membantu China memperoleh cadangan untuk penanggulangan Covid-19 atau meningkatnya ketegangan geopolitik.
“Sementara kita tahu juga China itu transformasi roda penggerak ekonomi dari orientasi ekspor menjadi konsumsi, efisiensi dan inovasi. Apalagi, by population Cina salah satu yang paling besar untuk pasar consumer,” imbuhnya.
Baca Juga
Ini juga terlihat dari performa produk reksa dana dolar yang mencetak kinerja moncer yakni BNP Paribas Greater China Equity Syariah USD. Berdasarkan data Infovesta Utama, sepanjang tahun berjalan (year to date) reksa dana tersebut mencetak kinerja 10,41 persen.
Senada, Chief Economist and Investment Strategist MAMI Katarina Setiawan memaparkan bahwa potensi pertumbuhan ekonomi di China didukung oleh populasi yang besar. Tak hanya China, tapi India juga disebut miliki karakter serupa.
Dia menjelaskan, China dan India dinilai sebagai pasar yang menarik karena tiga faktor, yaitu potensi kinerja jangka panjang di kedua pasar, korelasi yang rendah antara pasar saham China dan India, dan akses pasar saham China A-shares.
Menurutnya, kinerja jangka panjang di China dan India ditopang oleh transformasi ekonomi dan reformasi kebijakan di kedua negara yang mana peningkatan kelas menengah, transformasi ekonomi, reformasi kebijakan, dan keterbukaan investasi membuat pasar saham China dan India mencatatkan kinerja historis yang menarik.
Kemudian, pasar saham China dan India memiliki korelasi yang rendah, sehingga ideal untuk diversifikasi atau dikombinasikan dalam portofolio investasi. Selain itu, pasar saham China dan India pun memiliki korelasi yang rendah terhadap pasar saham global.
“Dengan kondisi tersebut, portofolio investasi China dan India diharapkan menghasilkan peluang diversifikasi optimal bagi portofolio investor secara keseluruhan,” kata Katarina belum lama ini.
Tak hanya itu, bursa saham China merupakan bursa terbesar kedua di dunia. Namun hanya sebagian kecil dari pasar tersebut yang terbuka untuk investor asing, sehingga akses investor asing untuk berinvestasi pada saham A-shares sangat terbatas.
Di lain pihak, A-shares lebih merepresentasikan sektor ekonomi baru China seperti kesehatan, barang konsumsi, industri, dan teknologi. Saat ini, China A-shares telah masuk dalam indeks MSCI Emerging Market dengan faktor inklusi 20 persen.
“Jika inklusi 100 persen dilakukan, maka China A-shares akan memiliki bobot lebih besar dibanding negara lain, sehingga peranan pasar saham China di pasar saham dunia diperkirakan akan semakin meningkat ke depannya,” tutur Katarina.
Untuk itu, pihaknya meluncurkan produk yang berbasis efek yang ada di pasar China dan Indonesia yakni Reksa dana Manulife Saham Syariah Golden Asia Dolar AS atau MAGOLD dengan 70 persen aset yang dikelola pada kawasan China dan 30 persen di India.
“Dengan pilihan ini nasabah jadi bisa melakukan diversifikasi investasi ke berbagai kawasan, termasuk peluang investasi dari dua negara perekonomian terbesar di kawasan negara berkembang saat ini yaitu China dan India,” pungkasnya.