Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah, saat indeks dolar AS menguat pada pembukaan perdagangan hari ini, Rabu (27/8/2025).
Mengutip data Bloomberg pukul 09.07 WIB, rupiah terdepresiasi 0,24% ke Rp16.298,50 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,08% ke 98,30.
Sejumlah mata uang negara Asia yang juga melemah terhadap dolar AS antara lain adalah yen Jepang terdepresiasi 0,15%, dolar Singapura melemah 0,08%, won Korea Selatan melemah 0,14%, hingga bath Thailand yang terdepresiasi 0,19%.
Sebaliknya, mata uang negara Asia yang menguat dalam pembukaan hari ini adalah dolar Hong Kong terapresiasi 0,10%, dolar Taiwan menguat 0,04%, dan yuan China menguat 0,04% per dolar AS.
Pengamat forex Ibrahim Assuaibi mengatakan konflik global Rusia-Ukraina menjadi sentimen positif terhadap penguatan indeks dolar AS terhadap sejumlah mata uang negara Asia. Selain itu, sentimen global lainnya adalah adanya kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed bulan depan.
“Selain arah kebijakan moneter, pelaku pasar juga mencermati dinamika politik di AS. Donald Trump kembali melontarkan kritik terhadap Powell dan jajaran The Fed, bahkan dikabarkan mempertimbangkan langkah untuk mengganti Powell,” kata Ibrahim dalam risetnya, Selasa (26/8/2025).
Sementara untuk sentimen dari dalam negeri, Bank Indonesia yang kemungkinan akan memangkas kembali suku bunga menjadi perhatian pasar. Kebijakan moneter ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di level 5,1% sepanjang 2025.
Adapun pada perdagangan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terkoreksi 0,24% ke Rp16.298,50 per dolar AS. Pelemahan rupiah terjadi saat dolar AS naik 0,01% ke level 98,43 pada hari ini.
Sementara untuk hari ini, Ibrahim memprediksi rupiah akan ditutup melemah di rentang Rp16.290-Rp16.340 per dolar AS.
Mengutip Trading Economics, rupiah diperkirakan akan berada di level Rp16.316,09 per dolar pada akhir kuartal III, dan diperdagangkan menyentuh level Rp16.537 dalam 12 bulan ke depan.
Dalam laporan tersebut, dijelaskan bahwa pemecatan Gubernur Federal Reserve Lisa Cook oleh Presiden Donald Trump telah memicu kekhawatiran tentang independensi Fed dan kemampuannya untuk melakukan kebijakan moneter tanpa campur tangan politik.
Analis menyebut bahwa pemecatan Cook dapat meningkatkan kemungkinan pemotongan suku bunga lebih awal, karena Trump telah berulang kali menekan bank sentral untuk menurunkan biaya pinjaman.
"Pasar sekarang memperkirakan probabilitas 83%, bahwa The Fed akan memberikan pemotongan suku bunga 25 basis poin pada bulan September. Investor juga mengalihkan perhatian mereka pada data ekonomi yang akan datang," tulisnya.