Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah tren pemulihan ekonomi global, reksa dana berdenominasi dolar AS dapat menjadi pilihan bagi investor untuk diversifikasi portofolio.
Chief Economist and Investment Strategist MAMI Katarina Setiawan mengatakan reksa dana berdenominasi dolar AS ini cocok bagi klien atau investor yang memang memiliki dana dalam bentuk greenback dan memiliki kebutuhan dalam mata uang tersebut.
“Misalnya bagi nasabah yang ingin menyekolahkan anaknya di luar negeri beberapa tahun lagi, sangat tepat sekarang mau masuk dan mendiversifikasi investasinya di reksa dana USD,” tutur Katarina dalam sesi daring belum lama ini.
Dia menuturkan, potensi reksa dana berdenominasi dolar AS masih sangat tinggi apalagi melihat tren pemulihan ekonomi global yang mulai menunjukkan sinyal positif di berbagai kawasan.
“Potensi reksa dana USD masih sangat tinggi tergantung dari tujuan investasinya di kawasan mana, sektor unggulannya apa dan perusahaannya apa. Jadi prospeknya masih sangat cerah,” tambahnya.
Adapun, bagi nasabah yang saat ini memiliki dana dalam bentuk rupiah dan tertarik untuk berinvestasi di aset off shore, Katarina menilai pilihan reksa dana dolar masih prospektif karena nilai tukar dolar dan rupiah tahun ini diperkirakan stabil.
Baca Juga
“Untuk investor domestik kalau mau mempetimbangkan ini dolar mau kemana, proyeksi kita di akhir tahun rentangnya Rp13.800-Rp14.500, kurang lebih di range sekarang ini, jadi sangat bisa untuk diversifikasi,” paparnya.
Terpisah, Direktur Riset dan Kepala Investasi Alternatif Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo juga mengatakan pada dasarnya reksa dana dolar menjadi pilihan bagi investor yang memang memiliki dan membutuhkan dana dalam bentuk dolar.
Bahkan, dia menyebut investor yang memang berinvestasi di produk berdenominasi dolar cenderung tak akan membandingkan kinerja reksa dana dolar dengan reksa dana rupiah karena memang trennya berbeda.
“Misalnya yang reksa dana rupiah tahun lalu itu pasar uang rupiah kan lumayan ya bisa 4 persen—5 persen, tapi kalau dolar itu hanya setengah persen. Tapi ya sama mereka [investor] dibiarkan saja karena memang kan dolar itu di dunia suku bunganya lagi rendah,” jelas Soni, Jumat (19/2/2021)
Alih-alih, Soni menyebut pembelian reksa dana berdenominasi dolar meningkat. Dia menilai tren tersebut dikarenakan kebutuhan diversifikasi aset kelas dari para investor, khususnya bagi yang memang kerap berhubungan dengan mata uang greenback.
Dia mencontohkan investasi oleh investor institusi seperti asuransi yang memiliki produk dolar, secara otomatis akan mencari produk yang berdenominasi dolar juga untuk menghindari selisih kurs.
Sementara untuk investor ritel, produk reksa dana dolar diminati bagi mereka yang kerap berpergian ke luar negeri atau bertransaksi dengan dolar.
“Jadi mereka tabung dulu dolarnya, nanti kalau selesai Covid-19 ini bisa dipakai jalan-jalan lagi,” ujar Soni.