Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengingatkan setidaknya bakal ada 6 saham yang akan delisting atau hengkang dari lantai bursa pada tahun ini.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, terdapat 6 saham dari perusahaan tercatat yang berpotensi delisting sudah memenuhi kriteria penghapusan pencatatan saham.
Sebagian besar emiten tersebut memiliki masalah yang sama yaitu masa penghentian sementara atau suspensi perdagangan saham akan mencapai ambang batas 24 bulan.
Adapun, alasan bursa menggembok perdagangan saham dari emiten-emiten tersebut beragam. Mulai dari masalah kelangsungan usaha hingga pemenuhan aturan free-float.
Saham PT Golden Plantation Tbk., misalnya, telah memasuki masa suspensi saham selama 24 bulan pada 30 Januari 2021. Namun, BEI belum menghapus saham GOLL dari lantai bursa karena perseroan menegaskan tidak memiliki intensi untuk delisting.
“Perseroan masih berupaya untuk mendapatkan investor untuk mendukung rencana bisnis perseroan ke depannya,” tulis Sekretaris Perusahaan Golden Plantation Felicia Lukman, akhir bulan lalu.
Baca Juga
Dia menegaskan bahwa GOLL masih berkomitmen penuh untuk memenuhi seluruh kewajiban nonfinansial maupun finansial baik kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun BEI.
BEI juga menyoroti dampak kepailitan anak usaha GOLL yaitu PT Bumiraya Investindo dan PT Airlangga Sawit Jaya. GOLL mengakui kepailitan dua anak usaha itu berdampak pada kinerja keuangan karena keduanya merupakan kontributor utama pendapatan perseroan.
“Perseroan masih berupaya untuk mencari investor untuk mempertahankan kelangsungan usaha perseroan dan entitas anak yang masih ada,” tulis Felicia.
Selain GOLL yang mengalami masalah pada kelangsungan usaha, saham PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) terkena suspensi lantaran perseroan belum memenuhi aturan free-float. Masa 24 bulan suspensi saham CMPP akan berakhir pada 5 Agustus 2021.
Head of Corporate Secretary AirAsia Indonesia Indah Permatasari Saugi pun berulang kali mengatakan saat ini perseroan tengah mempersiapkan aksi korporasi berupa penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue untuk meningkatkan kepemilikan saham publik di Bursa Efek Indonesia.
“Perseroan percaya bahwa dengan memperbaiki kinerja secara optimal dan peningkatan nilai perusahaan akan mempermudah perseroan untuk dapat melakukan aksi korporasi yang telah direncanakan oleh perseroan guna memenuhi ketentuan V Peraturan Bursa No. 1-A Bursa Efek Indonesia,” kata Indah.
Adapun, ketentuan V Peraturan Bursa No. 1 A berisi tentang persyaratan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama paling sedikit 50 juta saham dan paling sedikit 7,5 persen dari jumlah saham dalam modal disetor.
Berdasarkan data susunan pemegang saham dalam Laporan Bulanan Registrasi Pemegang Efek per 30 September 2020, saham CMPP dimiliki sebesar 49,16 persen oleh PT Fersindo Nusaperkasa dan 49,25 persen oleh AirAsia Investment Ltd.
Sementara sisanya porsi saham sebesar 1,59 persen digenggam oleh masyarakat. Porsi kepemilikan publik ini tidak memenuhi aturan free float sebesar 7,5 persen.
Sejak awal tahun, BEI telah menghapus satu saham yaitu PT First Indo American Leasing Tbk. (FINN). Delisting saham FINN akan efektif pada 2 Maret 2021.
Berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek FINN, masyarakat menggenggam 37,77 persen saham FINN atau sebanyak 826,45 juta saham.
Sementara itu, data OJK menunjukkan di sepanjang 2020 bursa telah menghapus sebanyak 6 efek perusahaan dari daftar perusahaan tercatat. Hingga 17 Februari 2021, terdapat total 728 emiten dalam daftar perusahaan tercatat BEI.
6 Emiten Terancam Delisting | ||
---|---|---|
Periode Potensi Delisting | Kode Emiten | Nama Perusahaan |
30 Januari 2021 | GOLL | PT Golden Plantation Tbk. |
27 Mei 2021 | BTEL | PT Bakrie Telecom Tbk. |
1 Juli 2021 | SUGI | PT Sugih Energy Tbk. |
1 Juli 2021 | NIPS | PT Nipress Tbk. |
17 Juli 2021 | TRIO | PT Trikomsel Oke Tbk. |
5 Agustus 2021 | CMPP | PT AirAsia Indonesia Tbk |