Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja mayoritas saham produsen CPO tampak tidak bertenaga, kendati prospek cerah diyakini masih membayangi saham dalam jangka pendek.
Kinerja lesu itu tercermin dari indeks Jakagri yang terkoreksi 5,84 persen sepanjang tahun berjalan 2021. Kinerja itu menjadi salah satu yang terlemah di Bursa Efek Indonesia ketika mayoritas indeks berhasil mencatatkan return positif.
Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani mengatakan bahwa secara teknikal, sesungguhnya indeks Jakagri masih berada dalam posisi uptrend.
“Harga CPO sendiri masih pada tren kenaikannya sehingga masih terdapat peluang juga untuk saham-saham emiten CPO untuk kembali menguat,” ujar Hendriko kepada Bisnis, Selasa (2/2/2021).
Selain itu, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan bahwa prospek saham CPO masih menarik seiring dengan harga CPO yang juga cenderung bertahan di level 3.000 ringgit per ton.
Level tersebut merupakan level tertinggi CPO dalam beberapa tahun terakhir sehingga kinerja keuangan emiten produsen CPO pun diyakini semakin moncer pada tahun ini.
Baca Juga
Sebagai gambaran, hingga kuartal III/2020. mayoritas emiten perkebunan tercatat masih mampu mencetak pertumbuhan laba impresif pada kuartal III/2020 didukung kenaikan harga CPO.
Emiten perkebunan Grup Astra, AALI contohnya, berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk hingga 420,5 persen menjadi Rp578,69 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp111,18 miliar.
Selain itu, mayoritas emiten perkebunan juga berhasil mempertahankan tingkat margin laba bersih atau net profit margin (NPM) di tengah banyaknya tantangan bisnis akibat pandemi Covid-19.
Bahkan, emiten perkebunan milik Grup Saratoga dan Sandiaga Uno, PT Provident Agro Tbk. (PALM) berhasil mencatatkan NPM hingga tiga digit, menjadi 126,38 persen.
“Apalagi konsumsi juga sudah mulai naik, dan jelang Imlek umumnya akan berpengaruh sebagai sentimen karena penggunaan minyak goreng untuk perayaan,” ujar Chris kepada Bisnis, Selasa (2/2/2021).
Belum lagi, terdapat ancaman produksi CPO yang menurun akibat pandemi Covid-19 yang membatasi kerja di kebun. Dengan demikian, harga berpotensi bertahan di level tinggi.
Chris menilai LSIP dan AALI menjadi saham yang paling menarik untuk dicermati di antara saham CPO lainnya. LSIP direkomendasikan untuk diakumulasi dengan buy on weakness di kisaran Rp1.200 dengan target price Rp1.400-Rp1.500, sedangkan AALI akumulasi beli di kisaran Rp10.000 dengan target price Rp13.000-Rp14.000.
Di sisi lain, sejumlah emiten perkebunan siap menyongsong tahun ini dengan memasang mode lebih ekspansif.
Direktur Dharma Satya Nusantara Jenti Widjaja mengatakan bahwa perseroan menargetkan capital expenditure (capex) pada 2021 senilai Rp1 triliun yang akan berasal dari kantong internal dan pinjaman.
“Capex akan digunakan untuk menyelesaikan dua pabrik kelapa sawit atau PKS yang akan rampung tahun ini dan ada penambahan pembangunan pabrik Bio-CNG baru,” ujar Jenti.
Emiten berkode efek DSNG itu juga menargetkan pertumbuhan produksi tahun ini naik 10 persen dari total realisasi produksi 2020.
Sementara itu, SVP Communications and Public Affair Astra Agro Lestari Tofan Mahdi mengatakan bahwa perseroan mengalokasikan capex pada 2021 di kisaran Rp1 triliun hingga Rp1,5 triliun yang akan dievaluasi secara berkala setiap 3 bulan.
“Sebagian besar capex tersebut akan digunakan untuk perawatan tanaman muda, replanting, infrastruktur, dan fasilitas non kebun,” ujar Tofan.