Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak WTI Memanas Tembus US$50, Tersulut Sentimen Arab Saudi

Pada perdagangan Kamis (7/1/2021) pukul 09.13 WIB, harga minyak WTI kontrak Februari 2021 naik 0,55 persen atau 0,28 poin menjadi US$50,91 per barel.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak global kembali memanas seiring dengan turunnya cadangan minyak Amerika Serikat dan rencana pemangkasan produksi Arab Saudi.

Pada perdagangan Kamis (7/1/2021) pukul 09.13 WIB, harga minyak WTI kontrak Februari 2021 naik 0,55 persen atau 0,28 poin menjadi US$50,91 per barel.

Harga minyak Brent kontrak Maret 2021 juga meningkat 0,46 persen atau 0,25 poin menuju US$54,55 per barel.

Laporan Monex Investindo Futures menyebutkan tTurunnya cadangan minyak mentah AS yang lebih besar dari estimasi dan pernyataan Arab Saudi yang bersedia melakukan pemangkasan produksi sebesar 1 juta barel per hari di bulan Februari dan Maret telah menopang kenaikan harga minyak.

Harga minyak WTI pada Rabu (6/1/2021) pun berakhir menguat US$0,66 di level US$50,49. Pada sesi Asia ini, Kamis (7/1), aksi beli terhadap harga minyak berpotensi terus berlanjut menguji level resistan US$51.00, selama konsisten di atas level support US$50,10.

"Namun bila harga turun lebih rendah dari level support tersebut, harga minyak berpeluang dijual menguji level support berikutnya US$49,65. Rentang perdagangan potensial di sesi Asia US$49,65 - US$51," papar Monex.

Sebelumnya, pada awal tahun ini harga minyak akibat OPEC+ yang belum mencapai kesepakatan apakah memperpanjang pembatasan produksi. Harga minyak lesu karena kekhawatiran over supply.

Sementara itu, tahap awal peluncuran vaksin Covid-19 telah memicu optimisme di sekitar lintasan pemulihan ekonomi, dan minyak telah muncul sebagai perdagangan yang disukai untuk melindungi nilai inflasi.

Namun, ada tanda-tanda bahwa penguncian di beberapa negara akan diperpanjang, yang berpotensi membatasi permintaan minyak.

Inggris melakukan penguncian akibat penyebaran virus corona ketiga dan Jerman siap untuk memperpanjang tindakan yang lebih ketat setelah 10 Januari, sementara Jepang sedang mempertimbangkan keadaan darurat lain untuk wilayah Tokyo.

Dengan begitu banyak pembatasan untuk mobilitas masih di depan mata, prospek permintaan bensin dan solar akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik, menurut Amrita Sen, salah satu pendiri konsultan Energy Aspects Ltd. di London.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper