Bisnis.com, JAKARTA — Lelang surat utang negara (SUN) perdana tahun ini diperkirakan masih akan diramaikan oleh investor domestik.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan lelang surat utang negara (SUN) pada Selasa (5/1/2021) akan didominasi oleh investor dalam negeri ketimbang investor asing khususnya dari kalangan perbankan.
Selain itu, manajer investasi juga disebut ikut meramaikan lelang dengan keperluan menambah seri acuan baru.
“Dengan demikian, kemungkinan tenor 5 dan 10 tahun akan lebih diminati,” kata Farash kepada Bisnis, Jumat (1/1/2021).
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan akan melakukan lelang SUN perdana 2021 pada Selasa (5/1/2021). SUN yang ditawarkan terdiri dari tujuh seri yaitu SPN03210406 (reopening), SPN12220106 (new issuance), FR0086 (reopening), FR0087 (reopening), FR0088 (new issuance), FR0083 (reopening), dan FR0089 (new issuance).
Adapun, target indikatif dari lelang SUN 5 Januari 2021 ditetapkan senilai Rp35 triliun dan target maksimal senilai Rp52,5 triliun.
Baca Juga
Secara terpisah, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan bahwa rata-rata penawaran masuk per lelang pada 2021 masih lebih dari Rp100 triliun sehingga target indikatif Rp35 triliun dan target maksimal Rp52,5 triliun yang dipatok pemerintah pada lelang Selasa (7/2/2021) kemungkinan bisa tercapai.
“Momentum pelemahan dolar AS dan perkembangan vaksin berpotensi demand lelang dari asing meningkat. Selain itu support dari domestik juga seyogianya masih cukup tinggi dengan likuiditas rupiah yang masih melimpah,” kata Handy kepada Bisnis, Jumat (1/1/2021).
Perlu diingat pula, lanjut Handy, bahwa Bank Indonesia bakal tetap berpartisipasi di pasar perdana melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) I. Adapun SKB pertama berisi tentang Bank Indonesia dapat membeli SBN di pasar primer melalui competitive bidding baik dalam bentuk issued maupun private placement.
Secara rata-rata, Handy mengakui target lelang yang ditetapkan pemerintah pada 2021 lebih tinggi dibandingkan 2020. Pasalnya, pada tahun lalu terdapat SKB kedua tentang kebijakan burden sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia sementara tahun ini tidak ada.