Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Rokok Naik, Emiten Produsen Tembakau Ini (ITIC) Malah Ketiban Untung

Konsumen yang terbebani harga rokok yang terus naik dianggapnya akan banyak beralih mengonsumsi tembakau iris dengan cara melinting sendiri rokoknya.
Produk tembakau iris buatan PT Indonesian Tobacco Tbk./indonesiantobacco.com
Produk tembakau iris buatan PT Indonesian Tobacco Tbk./indonesiantobacco.com

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten tembakau iris PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC) memproyeksikan kenaikan pendapatan dan laba bersih yang lebih tinggi lagi akibat dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan kenaikan rata-rata tarif CHT sebesar 12,5 persen pada tahun depan. Kenaikan tarif cukai ini dianggap analis akan menguntungkan produsen rokok tier dua atau bahkan tembakau iris.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Indonesian Tobacco Djonny Saksono mengatakan pihaknya memang menargetkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih masing-masing dua digit pada tahun depan.

“Target kita untuk tahun 2021 adalah kenaikan double digit untuk top and bottom [pendapatan dan laba]. Kita targetkan pertumbuhan minimal 10 persen untuk tahun depan,” ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (10/12/2020).

Djonny mengatakan, sebagai produsen tembakau iris, perseroan juga memakai pita rokok dan membayarkan cukainya kepada negara. Jumlah cukai yang disetor adalah Rp10 per gram atau Rp 10.000 per kilogram. Jumlah tersebut dinilai relatif murah.

Beban cukai pita rokok yang relatif murah dari produk tembakau iris ini dianggap sebagai pilihan produk rokok yang paling ekonomis dan paling murah.

Walhasil konsumen yang terbebani harga rokok yang terus naik dianggapnya akan banyak beralih mengonsumsi tembakau iris dengan cara melinting sendiri rokoknya.

Sebagai informasi, hingga September 2020, ITIC mencatatkan pertumbuhan penjualan 48,9 persen secara tahunan menjadi Rp179,04 miliar. Perseroan juga membukukan kenaikan laba bersih yang signifikan sebesar 2.117,5 persen secara tahunan menjadi Rp13.56 miliar.

Manajemen beranggapan pencapaian signifikan ini didorong oleh kuatnya permintaan ditandai dengan naiknya volume penjualan sebesar 31,81 persen pada sembilan bulan pertama tahun 2020.

ITIC tetap mempertahankan posisi pangsa pasar yang kuat di wilayah Papua Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera, sambil merebut potensi pasar baru di Lampung, Tanjung Pinang, dan Banjarmasin di tengah situasi yang menantang akibat situasi pandemi.    

Di lantai bursa, ITIC juga ditutup pada zona negatif mendekati level auto reject bawah dengan penurunan hampir 7 persen akibat dari sentimen kenaikan CHT tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper