Bisnis.com, JAKARTA – Emiten konsumer PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) menyatakan belum memastikan penyesuaian harga pada tahun depan.
Direktur Keuangan Kino Indonesia Budi Muljono mengatakan pihaknya belum mengambil keputusan untuk menaikkan harga jual rata-rata atau average selling price pada tahun depan.
“Kami juga harus melihat recovery yang terjadi di masyarakat apakah tahun 2021 akan recover secepat harapan kami sehubungan dengan peredaran vaksin yang rencananya mulai dilakukan di awal 2021,” ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (2/12/2020).
Namun, dia mengakui bahwa kenaikan harga merupakan salah satu opsi yang akan perseroan lihat dan pertimbangkan untuk melakukan offset terhadap kenaikan harga dan upah.
Sentimen penyesuaian harga produk ini datang karena sentimen data ekonomi yakni Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan November lalu yang dianggap menguntungkan emiten konsumer.
Dikutip dari pemberitaan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi November 2020 mencapai 0,28 persen secara bulanan (month on month), lebih tinggi dari bulan Oktober yang hanya 0,07 persen.
Baca Juga
Kenaikan inflasi tersebut terutama disumbang oleh kelompok harga bahan pangan, seperti telur ayam, daging ayam, dan cabai.
Emiten berkode saham KINO tersebut melihat bahwa kondisi ekonomi pada kuartal keempat tahun ini seharusnya tidak lebih buruk dibandingkan kuartal ketiga lalu, sehingga perseroan masih dapat mempertahankan penjualan akibat dari momentum libur pada akhir tahun.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan per September 2020, KINO mencatatkan penurunan penjualan 10,71 persen secara tahunan menjadi Rp3,11 triliun.
Adapun, secara kuartalan, kinerja penjualan KINO juga tak cukup memuaskan mengingat perseroan membukukan penurunan 15,15 persen dibandingkan kuartal kedua sebelumnya menjadi Rp916,98 miliar.
Hal ini membuat laba neto per September yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk hanya mencapai Rp161,7 miliar, tergerus 63,83 persen secara tahunan dari Rp447,09 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Secara kuartalan pun, laba neto yang diperoleh perseroan menurun 29,18 persen, dari capaian Rp60,79 miliar pada kuartal kedua menjadi Rp43,06 miliar pada kuartal ketiga tahun ini.