Bisnis.com, JAKARTA – BNI Asset Management (BNI AM) menyatakan tetap mampu mencetak pertumbuhan sdana kelolaan atau asset under management (AUM) sebesar 15 persen selama pandemi Covid-19. Dana kelolaan perseroan bahkan bertahan di jajaran sepuluh besar perusahaan aset manajemen per Oktober 2020.
Wakil Direktur Utama BNI Adi Sulistyowati menyatakan bahwa BNI AM masih bisa mempertahankan posisinya dalam daftar 10 jajaran perusahaan aset manajemen di Indonesia dengan dana kelolan per Oktober sebesar Rp24,64 triliun.
“BNI AM masih tetap mencatatkan pertumbuhan AUM sebesar 15 persen sejak awal tahun 2020 tidak terlepas dari dukungan investor serta sinergi dengan BNI sebagai induk dan seluruh anak perusahaan yang tergabung dalam grup BNI,” ungkapnya dalam acara webinar virtual bertajuk market outlook 2021 yang diselenggarakan oleh BNI AM.
Presiden Direktur BNI Asset Management Putut Endro Andanawarih menilai mayoritas investor saat ini mulai masuk ke instrumen investasi karena banyak orang yang melakukan hal tersebut. Kebanyakan dari mereka juga saat ini masih menyimpan uangnya ke instrumen rendah risiko seperti deposito.
“Justru, kita harusnya sebagai investor sikapnya melakukan antisipasi ke depan atau berani dulu masuk [ke instrumen investasi berisiko],” ungkapnya dalam kesempatan yang sama.
Putut menyebutkan pasar modal saat ini didominasi investor ritel dalam negeri yang naik selama krisis. Dengan demikian, prospek pemulihan pasar bisa terjadi dalam waktu dekat.
Baca Juga
Di sisi lain, investor juga disarankan untuk mulai menempatkan uangnya ke instrumen yang berbasis saham meskipun indeks masih dalam posisi terkoreksi. Cara yang bisa dilakukan investor adalah dengan menambah kepemilikan saham secara perlahan.
“Harusnya kalau kita pakai [tipe investasi] constant weight asset allocation, justru saat saham koreksi kita tambah porsi sahamnya,” sambungnya.
Ke depannya, ia melihat bunga deposito akan sulit meningkat akibat dari suku bunga bank sentral yang juga masih rendah. Alhasil, pertumbuhan dari instrumen investasi berisiko kemungkinan akan lebih cepat terjadi.
“Tetapi, biasanya, fenomenanya, kalau asing masuk [ke instrumen investasi saham], baru investor domestik masuk, setelah itu koreksi. Dan itu wajar karena mereka sudah take profit,” tutupnya.