Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah menguat dengan laju paling signifikan sejak tiga pekan terakhir pada akhir perdagangan Senin (2/11/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember naik ditutup menguat 2,9 persen atau 1,02 poin dan berakhir di level US$36,81 per barel.
Sementara itu, minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman Januari ditutup menguat 1,03 di posisi US$38,97 per barel
Penguatan ini didorong oleh pertemuan produsen minyak di Rusia dengan Menteri Energi Alexander Novak untuk membahas kemungkinan memperpanjang kesepakatan pemangkasan produksi OPEC+ selama tiga bulan.
Sebelumnya, aliansi OPEC+ yang dipimpin oleh Rusia dan Arab Saudi telah mempertimbangkan untuk menunda rencana peningkatan pasokan pada Januari karena harga minyak mentah tersendat di tengah langkah-langkah lockdown sejumlah negara.
"Penguatan ini dibantu oleh laporan bahwa Rusia terbuka untuk memperpanjang pemangkasan (produksi) OPEC+," kata analis komoditas Rabobank, Ryan Fitzmaurice, seperti dikutip Bloomberg.
“Namun yang lebih penting, langkah hari ini juga menunjukkan ada minat investor yang kuat untuk membeli minyak di bawah US$40 per barel.”
Kontrak berjangka sebelumnya melemah di tengah pukulan dari meningkatnya pasokan Libya dan prospek permintaan yang menyusut karena Inggris mengikuti sejumlah negara Eropa lainnya untuk kembali menerapkan lockdown.
Sentimen tersebut bisa menjadi pembuka perdagangan yang fluktuatif sebelum warga Amerika melakukan pemungutan suara pemilihan presiden AS hari Selasa. Investor memperkirakan pilpres AS dapat membentuk kembali kebijakan AS dalam segala hal mulai dari stimulus fiskal, kebijakan mengenai Iran, serta fracking.
Harapan bahwa OPEC+ akan menunda pemangkasan produksi yang direncanakan pada bulan Januari telah meningkat baru-baru ini karena ancaman baru terhadap pemulihan permintaan diperparah oleh peningkatan produksi kelompok itu sendiri.
Pimpinan Trafigura Group Jeremy Weir dalam sebuah konferensi mengatakan gelombang kedua penyebaran virus corona di seluruh dunia diperkirakan menekan permintaan minyak global ke level terendah 88 hingga 89 juta barel per hari, turun 11 persen atau 12 persen dari tahun lalu,