Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menjadi katalis positif bagi harga logam dasar. Mayoritas komoditas kelompok itu berhasil kompak menetap di zona hijau.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Rabu (21/10/2020) penguatan harga kelompok logam dasar dipimpin oleh timbal yang berhasil naik hingga 2,55 persen ke level US$1.810,5 per ton.
Kemudian, penguatan diikuti oleh seng yang naik 1,54 persen ke posisi US$2.568,5 per ton, tembaga yang menguat 1,34 persen ke level US$6.991,5 per ton, dan aluminium yang berhasil naik 0,49 persen ke level US$1.843,5 per ton.
Tidak mau kalah, harga timah juga berhasil naik 0,4 persen ke posisi US$18.475 per ton. Namun sayang, nikel tidak mampu memanfaatkan momentum pelemahan dolar AS dan terkoreksi 0,86 persen ke posisi US$15.886 per ton.
Untuk diketahui, dalam perdagangan yang sama indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama ditutup di zona merah, melemah 0,49 persen ke posisi 92,611.
Baca Juga
Level itu merupakan level terendah indeks dolar AS sejak tujuh pekan perdagangan terakhir.
Pelemahan dolar AS menjadi katalis positif bagi harga logam dasar karena menjadikan komoditas itu lebih murah untuk dibeli oleh trader dengan denominasi mata uang selain dolar AS.
Analis ED&F Man Capital Markets Edward Meir mengatakan bahwa prospek logam pada kuartal IV/2020 sangat baik karena dibayangi banyak sentimen positif yang dapat mendorong naik harga. Apalagi, menjelang pemilihan presiden AS.
“Trader logam berspekulasi bahwa kemenangan Joe Biden di pemilihan presiden AS dapat semakin melemahkan dolar AS dan meningkatkan hubungan perdagangan dengan China, termasuk perdagangan logam dasar,” ujar Meir seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (22/10/2020).
Tidak hanya itu, penguatan logam dasar juga akan didukung oleh sentimen stimulus Pemerintah China untuk menggenjot sektor infrastrukturnya sebagai salah satu upaya untuk memulihkan ekonominya.
Belum lagi, beberapa gangguan produksi di beberapa tambang utama logam di dunia dan dukungan penetrasi pasar mobil listrik yang semakin gencar di beberapa negara.
Secara spesifik, dia memperkirakan tembaga menjadi logam yang memiliki tren bullish terkuat dan terus mendapatkan manfaat dari risiko pasokan dan taruhan hasil pemilihan presiden AS.
Sementara itu, Shanghai Metal Markets dalam riset terbarunya mengatakan bahwa cadangan beberapa logam di gudang yang dilacak oleh London Metal Exchange terus menunjukkan penurunan.
Sentimen itu juga telah menjadi katalis positif bagi harga logam di sisa tahun ini.
“Stok seng LME menyusut 550 mt atau 0,25 persen menjadi 219.775 mt. Selain itu, menyusutnya stok timah LME juga telah memicu kekhawatiran tentang pasokan timah di pasar global,” tulis Shanghai Metal Markets.