Bisnis.com, JAKARTA - Harga saham PT Bank BRI Syariah Tbk. (BRIS) diperkirakan terdepresiasi akibat profit taking. Harga emiten bank syariah ini dinilai masih mampu bertahan lantaran sentimen positif penggabungan.
Dalam penutupan perdagangan hari ini, Rabu (21/10/2020), BRIS terkoreksi menjadi Rp1.395 atau turun 7% dibandingkan dengan hari sebelumnya. BRIS juga terkena atas bawah atau auto reject bawah (ARB) yakni batas maksimum penurunan saham. Meskipun demikian, harga ini masih lebih tinggi 322,7% dari posisi akhir tahun lalu (year to date).
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan harga saham BRIS terdongkrak cukup signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun ada gejolak depresiasi, tetapi hal tersebut lebih dikarenakan profit taking dari para investor ritel.
"Iya ada turun sedikit. Itu hanya akibat profit taking karena harganya sudah naik sangat tinggi, dan sangat wajar," katanya, Rabu (21/10/2020).
Di sisi lain, kepemilikan saham publik di BRIS pasca-merger kelak hanya berkisar 4%. Hans berpendapat komitmen untuk tetap menjadikan BRIS sebagai perusahaan terbuka akan dikedepankan oleh pemerintah karena pasar saham juga membutuhkan entitas bank syariah kuat di pasar modal.
Adapun, guna meningkatkan kepemilikan saham, bank hasil penggabungan bisa melepas sebagian saham pemilik existing ada ke publik. Di samping itu, jika rencana rights issue terealisasi, maka ada potensi masyarakat dapat meningkatkan sahamnya sesuai batas minimum atau lebih besar.
Baca Juga
"Dan tentu bank ini tetap akan jadi perusahaan terbuka. Free float akan tetap dijaga. Potensinya pun juga bagus untuk pasar saham yang pemerintah juga punya kepentingan," sebutnya.