Bisnis.com, JAKARTA— PT Bank BRIsyariah Tbk. (BRIS) akan menerbitkan saham baru sebanyak 31,13 miliar seiring dengan rencana merger dengan dua bank syariah milik BUMN. Rencana merger secara langsung akan menimbulkan delusi terhadap pemegang saham.
Rencana merger antara BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah sudah menemui titik terang. Ketiga bank sudah mengumumkan ringkasan rencana merger hari ini, Rabu (21/10/2020).
Proses merger akan melalui peningkatan modal dasar surviving entity, yaitu BRI Syariah. dengan mengkonversi saham BSM dan BNI Syariah.
Berdasarkan ringkasan rencana merger yang terbit di Bisnis Indonesia edisi Rabu (21/10/2020), nilai pasar wajar dari ekuitas 100 persen ekuitas BRIS per 30 Juni adalah Rp7,59 triliun atau setara dengan Rp781,29 per saham.
Selanjutnya, ekuitas BSM pada tanggal 30 Juni 2020 adalah sejumlah Rp16,33 triliun atau setara dengan Rp27.321,67 per saham. Adapun, BNIS memiliki ekuitas Rp7,99 triliun atau setara dengan Rp2.734.726,87 per saham.
Laporan penilaian mengenai nilai pasar wajar dan jumlah saham pada tanggal efektif dari saham BRIS, BNIS, dan BSM akan menjadi acuan dalam menghitung konversi saham bank yang menerima penggabungan yakni BRIS.
Baca Juga
Dengan mengacu kepada penilaian itu, setiap saham yang dimiliki oleh pemegang saham BSM berhak atas 34,9700 saham tambahan di BRIS. Jumlah itu mencakup total penambahan 20,90 miliar yang merepresentasikan 51,2 persen.
Artinya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) selaku pemegang saham BSM akan mengempit kepemilikan 51,2 persen di BRIS.
Selanjutnya, setiap saham yang dimiliki pemegang saham BNIS berhak atas 3.500,2797 saham tambahan di BRIS atau mencakup total penambahan 10,22 miliar. Dengan demikian, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) selaku pemegang saham BNIS akan memegang 25,00 persen di BRIS.
Berdasarkan posisi per 30 Juni 2020, jumlah saham beredar BRIS sebanyak 9,71 miliar lembar. Jumlah itu akan bertambahan menjadi 40,84 miliar pada tanggal efektif penggabungan.
Dengan demikian, BRIS akan melakukan penerbitan saham baru sebanyak 31,13 miliar lembar. Ketika penggabungan, BRIS akan tetap menjadi perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Setelah merger, kepemilikan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) di BRIS akan terdilusi dari 73,00 persen menjadi 17,4 persen. Selanjutnya, kepemilikan masyarakat menciut dari 18,47 persen menjadi 4,4 persen.
Setelah mengumumkan skema merger, saham BRIS terpantau harus berjibaku di zona merah pada perdagangan Rabu (21/10/2020). Sempat menguat 50 poin pada pembukaan, pergerakan parkir di zona merah dengan koreksi 1,00 persen ke level Rp1.485.
Kendati demikian, saham BRIS sudah naik kencang dalam sebulan terakhir. Harga saham meroket 98 persen dalam waktu 1 bulan.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengungkapkan penyebab saham BRIS malah terkoreksi setelah skema merger diumumkan. Menurutnya, skema itu membuat valuasi BRIS menjadi mahal.
“Yang diuntungkan BMRI,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (21/10/2020).
Suria menilai investor BRIS tentunya tidak mengharapkan dilusi yang terjadi akan sebesar dalam skema merger tersebut. Sebaliknya, investor BMRI tentu lebih menyukai skema yang diumumkan.
Pergerakan saham BMRI juga masih tertekan ke zona merah pada perdagangan Rabu (21/10/2020). Perbankan pelat merah berkapitalisasi Rp262,50 triliun itu terkoreksi 0,44 persen ke level Rp5.625 per lembar.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan pemerintah sudah merencanakan dengan matang pembentukan bank umum syariah terbesar pertama di Indonesia. Dengan penduduk mayoritas muslim, potensi perbankan syariah masih sangat besar.
"Keinginan Indonesia memiliki bank umum syariah nasional terbesar pada 2021 merupakan bagian dari upaya dan komitmen pemerintah untuk mengembangkan dan menjadikan ekonomi keuangan syariah sebagai pilar baru kekuatan ekonomi nasional,” jelasnya.
Strategi merger juga diyakini akan mendorong Indonesia menjadi salah satu pusat keuangan syariah dunia. Menurut perhitungan OJK, merger tiga bank syariah akan menghasilkan satu entitas baru dengan total aset Rp207 triliun.