Bisnis.com, JAKARTA - Logam mulia diproyeksi masih berada dalam tekananan untuk bergerak di zona merah dalam perdagangan jangka pendek dibayangi sentimen ketidakpastian stimulus AS dan lonjakan kasus Covid-19 di Benua Biru. Dua sentimen tersebut telah meningkatkan minat investor untuk mengumpulkan dolar AS sebagai aset investasi aman dan meninggalkan emas.
Pasar khawatir keyakinan ‘Cash is The King’ kembali menyelimuti investor seiring dengan kasus positif Covid 19 yang meningkat, terutama di Eropa, sehingga berpotensi menyebabkan lebih banyak negara kembali menerapkan lockdown dan merusak prospek pemulihan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu Jumat (16/10/2020) harga emas di pasar spot parkir di zona merah, melemah 0,449 persen ke level US$1.899,29 per troy ounce.
Sementara itu, harga emas berjangka untuk kontrak Desember 2020 di bursa Comex berada di posisi US$1.906,4 per troy ounce, melemah 0,13 persen atau 2,5 poin.
Sepanjang pekan lalu, emas membukukan pelemahan hingga 1,56 persen menjadi penurunan mingguan pertama bulan ini meskipun keperkasaan dolar AS tidak sekuat pekan sebelumnya.
Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama terkoreksi 0,2 persen pada pekan lalu, berbalik melemah setelah membukukan kinerja kenaikan berturut-turut.
Baca Juga
Di sisi lain, emas cetakan dalam negeri, emas olahan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), pada perdagangan Minggu (18/10/2020) harga emas untuk ukuran satu gram berada di posisi Rp1,008 juta per gram. Sepanjang pekan lalu, harga melemah hingga 0,88 persen. Bahkan, pada pertengahan perdagangan emas untuk ukuran satu gram hampir menembus ke bawah level Rp1 juta per gram.
Business Manager Indosukses Futures Suluh Adil Wicaksono mengatakan dalam jangka pendek emas masih akan berada dalam tekanan untuk bergerak di zona merah.
Ketidakpastian stimulus AS masih akan menjadi stimulus utama, terutama setelah periode pemilihan presiden AS usai. Hal itu membuat indeks dolar AS cenderung menguat dan membuat emas dan mata uang lainnya tertekan.
Tidak hanya itu, sinyal pemulihan ekonomi AS juga telah membebani pergerakan emas sebagai aset investasi aman. Data ekonomi AS, seperti penjualan ritel pada akhir pekan lalu berhasil menunjukkan pertumbuhan.
Berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja AS, klaim pengangguran mingguan AS secara tak terduga naik menjadi 898.000 pada pekan yang berakhir 10 Oktober, meningkat 53.000 dan merupakan level tertinggi dalam tujuh minggu.
“Pada perdagangan pekan depan, emas masih akan konsolidasi di kisaran US$1.850 per troy ounce hingga US$1.950 per troy ounce. Namun, setidaknya meski koreksi, emas masih membukukan kenaikan hingga 25 persen secara year to date,” ujar Suluh kepada Bisnis, Minggu (18/10/2020).
Senada, Manajer Senior Komoditas Phillip Futures Avtar Sandu mengatakan bahwa traders emas dan pelaku pasar keuangan lainnya akan berfokus terhadap seberapa besar stimulus kedua yang akan digelontorkan oleh Pemerintah AS.
“Besarnya paket stimulus fiskal kedua setelah pemilu di AS akan menjadi penentu arah pelaku pasar ke depan,” ujar Sandu seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (18/10/2020).
Ketua Hedge Fund Great Hill Capital LLC di New York Thomas J. Hayes mengatakan bahwa greenback adalah pilihan investasi yang aman untuk saat ini sampai pasar mendapatkan informasi baru tentang vaksin, pendapatan, pemilu AS, hingga stimulus baru oleh pemerintah dan bank sentral. “Sampai saat itu terjadi, dolar kemungkinan sudah mencapai titik terendahnya dalam jangka pendek dan akan segera bangkit,” ujar Hayes.
Analis TD Securities Bart Melek mengatakan bahwa logam mulia saat ini tengah mengikuti jejak momentum crash preseden lainnya dan menunjukkan pasar akan berada di posisi jual secara terus menerus dan konsolidasi harga akan terus terjadi hingga emas memiliki katalis signifikan berikutnya.
“Emas mungkin akan rentan terhadap aksi likuidasi dalam beberapa perdagangan ke depan sehingga akan mendorong emas ke area US$1.893 per troy ounce,” papar Melek.
Kemudian, Deutsche Bank dalam publikasi risetnya juga menyatakan penguatan harga emas lebih lanjut belum dapat dipastikan. Pasalnya, tingkat kepercayaan diri investor mengalami sedikit penurunan.
POTENSI MENGUAT
Meski demikian, prospek pemulihan permintaan di wilayah Barat dan pelemahan lebih lanjut nilai tukar dolar AS dapat menjadi katalis positif bagi kenaikan harga emas. Selain itu, siklus pemulihan selama dua tahun terakhir juga menunjukkan tren penguatan harga emas berpotensi berlanjut.
Analis Think Markets Fawad Razaqzada mengatakan bahwa kekhawatiran yang meningkat atas dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 gelombang kedua di Eropa dan di tempat lain berarti tekanan inflasi akan tetap lemah.
Dengan demikian, bank sentral kemungkinan akan kompak mempertahankan suku bunga rendah lebih lama daripada yang diekspektasikan oleh pasar sehingga dapat menjadi bantalan bagi logam mulia untuk kembali menguat.
"Kami telah melihat benchmark imbal hasil obligasi pemerintah turun secara nyata, terutama untuk negara-negara Eropa. Hal itu akan meningkatkan daya tarik aset investasi dengan imbal hasil yang lebih rendah atau non-bunga seperti emas dan perak,” papar Razaqzada.
Sementara itu, Ekonom OCBC Bank Howie Lee dalam risetnya menyatakan, kabar paket stimulus jumbo yang dicari oleh Presiden AS, Donald Trump akan membuat nilai dolar AS terkoreksi. Di sisi lain, sentimen ini akan membuat harga emas melesat.
“Apabila paket stimulus ini berhasil tercapai, ini akan menjadi katalis utama yang mendorong nilai emas ke US$2.000 per troy ounce. Kami tetap pada posisi bullish dalam jangka waktu menengah-panjang,” katanya dalam riset.