Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan minyak milik pemerintah Libya, National Oil Corp membuka kembali produksi minyak pada kilangnya yang berada di wilayah Barat Sharara.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (12/10/2020), Libya telah mengangkat status force majeure pada kilang minyak yang berada di wilayah tersebut dan menginstruksikan operator kilang untuk kembali memproduksi minyak.
Produksi minyak dari wilayah tersebut diperkirakan berada di kisaran 40 ribu barel per hari sebelum mencapai 300 ribu barel dalam 10 hari ke depan.
Kilang minyak di wilayah Sharara digarap National Oil Corp bersama sejumlah pihak, yakni Total SE asal Perancis, Repsol SA dari Spanyol, OMV AG asal Austria,dan Equinor ASA dari Norwegia.
Kembali beroperasinya kilang di Sharara membuat output minyak mentah harian Libya akan melesat menjadi 600 ribu barel per hari. Hal ini kian menambah sentimen yang harus dipikirkan oleh OPEC+ yang merencanakan menambah produksi minyak dunia hingga 2 juta barel per hari pada Januari 2021 mendatang.
Keputusan terkait hal tersebut akan dibahas dalam pertemuan pada 30 November hingga 1 Desember mendatang. Adapun, Libya yang juga merupakan anggota OPEC+ dikecualikan dari aksi pemangkasan produksi harian yang dimotori oleh Rusia dan Arab Saudi sejak Mei lalu.
Baca Juga
Harga minyak Brent telah naik hingga US$42,85 per barrel sejak anjlok pada Mei lalu. Namun, secara tahunan harga minyak Brent telah turun 35 persen.
Direktur Enverus, Bill Farrren-Price, mengatakan momentum pembukaan kilang di Libya berjalan lebih cepat dibandingkan dengan perkiraan sejumlah pihak.
“Kemungkinan tambahan produksi dari Libya diperkirakan akan menjadi haluan tambahan bagi OPEC saat menghadapi permintaan yang turun seiring dengan gelombang kedua infeksi virus corona," jelasnya.
Pembukaan kilang minyak tersebut terjadi setelah terjadinya gencatan senjata dalam perang sipil di negara tersebut. Pemerintah telah mencapai kesepakatan dengan milisi bernama Petroleum Facilities Guard yang berpusat di dekat Sharara lewat perundingan yang melibatkan PBB sebagai mediator.
Sebelum terjadinya perang sipil, Libya dapat memproduksi hingga 1,2 juta barel minyak mentah per hari. Akibat perang tersebut, Libya hanya mampu memproduksi 100 ribu barel per hari.
Perang tersebut melibatkan Khalifa Haftar, salah satu jenderal di Libya yang menutup kilang minyak dan pelabuhan bongkar muat pada pertengahan Januari lalu guna melengserkan pemerintah yang berkuasa.