Bisnis.com, JAKARTA - Diskon harga yang diberikan oleh produsen minyak terbesar Arab Saudi, Aramco, tampaknya kurang mendorong minat pembelian para konsumen dari negara lain. Hal itu pun menjadi sinyal permintaan minyak dunia dalam tekanan besar pada tahun ini.
Mengutip Bloomberg, hanya empat dari 10 perusahaan penyuling minyak di Asia yang akan mencoba untuk membeli lebih banyak minyak mentah dari perusahaan milik kerajaan Arab Saudi tersebut karena potongan harga yang diberikan.
Keempat perusahaan penyuling itu mengatakan akan membeli minyak mentah milik Saudi Aramco bukan hanya karena harga yang terdiskon tetapi juga untuk mengkompensasi pengurangan 30 persen penjualan berjangka oleh Abu Dhabi National Oil Co.
Adapun, perusahaan penyulingan asal India dan Asia Tenggara termasuk di antara negara yang mengatakan akan membeli minyak mentah Aramco.
Sementara itu, enam pengusaha penyuling lainnya mengatakan bahwa margin yang lemah dan permintaan bahan bakar yang lesu menjadi alasan utama untuk tidak mencoba membeli lebih minyak meskipun harga telah terdiskon.
Beberapa penyuling di China, Korea Selatan, dan Jepang mengatakan akan tetap menggunakan pembelian jangka regulernya dan tidak memanfaatkan momentum pemangkasan harga jual minyak mentah.
Baca Juga
Untuk diketahui, Aramco memangkas harga penjualan minyak Arab Light untuk Oktober ke Asia yang merupakan pasar utama perusahaan itu dengan jumlah pemangkasan harga yang jauh lebih besar daripada perkiraan pasar.
Itu merupakan pertama kalinya sejak Aramco memberikan diskon harga Arab Light sejak Juni ke pasar Asia. Di saat yang sama, Aramco juga menurunkan harga minyak bagi pembeli di Amerika Serikat. Tak hanya itu, perusahaan minyak itu juga akan memangkas harga untuk barel yang lebih ringan ke Eropa Barat dan Mediterania.
Di sisi lain, pemangkasan harga minyak oleh Arab Saudi menambah awan mendung ke sisi permintaan minyak global di musim gugur. Untuk diketehui, umumnya permintaan minyak memang akan selalu terkoreksi setelah musim panas berakhir.
Para analis dan ekonom mengatakan bahwa pemangkasan harga yang dilakukan oleh menandakan bahwa permintaan dari kawasan pengimpor terbesar bagi raksasa minyak Arab Saudi itu belum akan membaik.
Apalagi, dengan respon yang sepertinya juga tidak akan menggemberikan dengan hanya empat dari 10 penyuling yang langsung memberikan respon positif terhadap kabar diskon harga tersebut.
Akibatnya, harga minyak terus melemah ke bawah level US$40 per barel pada awal pekan ini.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (7/9/2020) hingga pukul 16.31 WIB, harga minyak berjangka jenis WTI kontrak pengiriman Oktober 2020 di bursa Nymex turun 1,56 persen menjadi US$39,15 per barel. Pada pertengahan perdagangan, harga sempat anjlok 3,1 persen.
Pekan lalu, harga minyak WTI turun 7,5 persen atau level kejatuhan terdalam selama sepekan sejak Juni.
Sementaara itu, harga minyak jenis Brent pengiriman November 2020 di bursa ICE pada perdagangan yang sama melemah 1,38 persen menjadi US$42,07 per barel. Pada Jumat (4/9/2020), harga terkoreksi 3,2 persen. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga telah terkoreksi hingga 35,57 persen.
Ekonom OCBC Singapura Howie Lee menyampaikan koreksi harga minyak belakangan ini sudah berlebihan. Selain itu, pelemahan marjin bahan bakar lain seperti diesel juga bisa menjadi kekhawatiran berikutnya.
“Reli harga apapun akan mendapat tantangan selama pasokan minyak mentah masih tinggi,” kata Lee, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (7/9/2020).
Setelah diperdagangkan dalam kisaran harga yang sempit selama tiga bulan terakhir, harga minyak mengawali awal September dengan kekhawatiran penurunan permintaan dan kelebihan pasokan dari OPEC+.
Di sisi lain, China sebagai negara pengimpor minyak terbesar di dunia berencana akan mengurangi pembelian pada September dan Oktober karena pengilang di sana masih memiliki ketersediaan minyak. Adapun, China sempat membeli minyak mentah dalam jumlah besar pada awal tahun ini.
Deputi Menteri Energi Rusia Pavel Sorokin sebelumnya mengatakan permintaan minyak global belum akan kembali ke level sebelum pandemi selama dua hingga tiga tahun ke depan.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak menambahkan bahwa harga kemungkinan pulih pada kisaran US$50—US$55 per barel pada 2021 apabila vaksin dari virus corona ditemukan dan perekonomian bisa pulih.
Dia juga mengatakan bahwa permintaan minyak global dapat turun 9-10 juta barel per hari di tahun ini karena pandemi.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan bahwa harga minyak berpeluang dalam tekanan menurun dalam jangka pendek di tengah kekhawatiran pasar terhadap proyeksi perlambatan permintaan setelah data tenaga kerja AS pada pekan lalu dirilis lebih rendah daripada perkiraan pasar.
Selain itu, sentimen lain yang dapat memicu penurunan harga minyak adalah peningkatan aktivitas rig AS pada pekan lalu yang dilaporkan oleh Baker Hughes menjadi 181 dari sebelumnya 180.
“Untuk sisi bawahnya, level support terdekat berada di US$38,8 per barel, menembus ke bawah dari level tersebut berpeluang memicu penurunan lanjutan ke US$38,2 per barel sebelum membidik support kuat di US$37,4 per barel,” ujar Faisyal seperti dikutip dari publikasi risetnya, Senin (7/9/2020).
Sementara itu, jika minyak berhasil bergerak naik, level resisten terdekat berada di US$39,6 per barel, menembus ke atas dari level tersebut berpotensi memicu kenaikan lanjutan ke US$40,2 per barel sebelum membidik resisten kuat di US$41 per barel.