Bisnis.com, JAKARTA – PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) menyatakan strategi perseroan selama ini sama sekali tidak menargetkan komposisi tertentu dari pendapatan untuk segmen penjualan dalam dan luar negeri.
Presiden Direktur Astra Agro Lestari Santosa menekankan keputusan untuk melakukan penjualan dalam dan luar negeri bersifat oportunistik atau murni berdasarkan selisih keuntungan harga yang lebih besar dari dua segmen penjualan tersebut.
“Kalau harga ekspor lebih baik dari harga domestik kita akan jual ke pasar ekspor. Kalau harga domestik ternyata lebih baik daripada harga domestik, kita jual ke pasar domestik,” ungkapnya dalam paparan publik virtual dalam platform Bursa Efek Indonesia, Rabu (26/2020).
Adapun, perseroan memang lebih memilih untuk memasarkan komoditas CPO dan turunannya ke pasar dalam negeri bila harga lebih baik, mengingat biaya administrasi dan logistik akan lebih murah dibandingkan dengan penjualan ke luar negeri.
Dalam pemaparannya, manajemen mengungkap pendapatan dari dalam negeri sebesar Rp3,9 triliun atau 44 persen, dan ekspor sebesar Rp5,1 triliun atau 56 persen dari total penjualan pada semester pertama tahun 2020.
Santosa pun mengakui pada semester pertama ekspor perseroan menurun terutama untuk negara tujuan China dan India akibat dari isu logistik yakni penerapan lockdown.
Baca Juga
“Tapi sejak Juni kelihatannya cukup membaik dan kita lihat perkembangan terakhir inventori di China dan India tidak seperti biasanya. Mestinya saat relaksasi dilakukan seperti saat ini, [kinerja] pasti akan lebih baik dibandingkan semester satu tahun ini,” sambungnya.
Di sisi lain, manajemen juga menilai kinerja AALI yang cukup cemerlang pada semester pertama tahun ini sebenarnya berasal dari penguatan harga CPO pada kuartal pertama tahun ini. Untuk diketahui, AALI mencatat lonjakan laba bersih sebesar 796,6 persen secara tahunan menjadi Rp391 miliar pada paruh pertama tahun 2020.
Sementara, jika dibandingkan dengan kinerja pada tahun 2019 lalu, performa perseroan memang relatif terkontraksi mengingat pendapatannya hanya dihasilkan dalam kurun waktu tiga bulan terakhir tahun 2019.
“Walaupun produksi sedikit lemah pada kuartal tiga-sampai dengan Agustus-tapi harga meningkat cukup tajam, mudah-mudahan kuartal ketiga membaik. Tentunya manajemen berharap laba bersih bisa lebih dari Rp1 triliun, karena tahun sebelumnya bisa lebih,” ungkap Santoso
Konversi Devisa Ekspor ke Rupiah
Pemerintah melalui Bank Indonesia juga berencana untuk memperketat aturan mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang mana terdapat kewajiban bagi eksportir untuk mengkonversikan devisa dari dolar atau valas ke rupiah.
Santosa mengatakan pihaknya tidak memiliki keluhan mengenai hal tersebut mengingat perseroan akan selalu mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia. Secara operasional, perseroan oun sudah melakukan pembukuan menggunakan mata uang rupiah termasuk pinjaman luar negeri yang sudah dilindung nilai.
“Penjualan ekspor pun walaupun kita mendapatkan dalam nilai dolar Amerika Serikat, tapi karena kita ingin juga memberikan stability, kita juga selalu melakukan lindung nilai,” tutupnya.