Bisnis.com, JAKARTA – Philip Morris International induk usaha dari emiten rokok PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP) baru saja merilis data volume penjualan pada kuartal kedua tahun 2020.
Dalam data Philip Morris, emiten berkode saham HMSP tersebut hanya mampu menjual 18 miliar batang selama periode April hingga Juni 2020. Realisasi angka tersebut turun signifikan 27,8 persen secara tahunan dan 12 persen secara kuartalan.
Secara keseluruhan, dalam semester pertama tahun ini, volume penjualan HMSP hanyalah sebanyak 38,5 miliar batang. Angka tersebut menunjukkan koreksi sebesar 18,2 persen secara tahunan dari posisi volume penjualan sebesar 47,1 miliar batang pada periode yang sama tahun lalu.
Secara garis besar, market share HMSP melorot 4 persen dari 32,2 persen pada kuartal II/2019 menjadi 28,2 persen pada kuartal II/2020. Volume penjualan HMSP juga merosot untuk semua produk termasuk A Mild (Sigaret Kretek Mesin/SKM), Marlboro (Sigaret Putih Mesin/SPM) dan Sampoerna U.
Salah satu merk kebanggaan perseroan, Sampoerna A membukukan penurunan penjualan signifikan masing-masing 22,5 persen secara tahunan menjadi 7,25 miliar batang selama kuartal kedua tahun 2020, dan 8,4 persen secara tahunan menjadi 15,8 miliar batang sepanjang 6 bulan pertama tahun ini.
Serupa, volume penjualan Dji Sam Soe juga menyusut masing-masing 26,6 persen secara tahunan menjadi 5,8 miliar batang selama kuartal II/2020, dan 17,4 persen secara tahunan menjadi 11,97 miliar batang selama paruh pertama tahun ini.
Baca Juga
Sejalan, penurunan volume penjualan HMSP juga terefleksi dari penjualan industri rokok yang terkoreksi masing-masing sebesar 17,5 persen secara year-on-year menjadi 64 miliar batang pada kuartal II/2020 dan 9,5 persen secara year-on-year menjadi 131,4 miliar batang pada semester pertama tahun ini.
Adapun, HMSP diproyeksikan akan merilis laporan keuangan per 30 Juni 2020 pada akhir bulan ini.
REKOMENDASI ANALIS
Melihat dari kinerja kurang moncer HMSP tercermin dari data volume penjualan Philip Morris, Mirae Asset Sekuritas memangkas perkiraan volume penjualan rata-rata HMSP dari target penurunan awal sebesar 8,8 persen secara tahunan menjadi 16 persen secara tahunan hingga akhir tahun ini.
Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya menyampaikan penurunan volume penjualan HMSP sejatinya disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang akhirnya mengurangi konsumsi rokok secara substansial.
“Kenaikan harga jual rata-rata atau average selling price/ASP dikarenakan peningkatan harga jual eceran atau HJE, membuat konsumen mulai kehilangan daya beli atau beralih ke merek lain dengan harga yang lebih murah,” tulis Christine dalam publikasi riset, Rabu (22/7/2020).
Sekuritas percaya penurunan volume penjualan di seluruh industri terutama disebabkan oleh pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan sejak April. Meskipun demikian, Christine percaya biaya pemasaran, administrasi, dan penelitian yang lebih rendah akan membantu memperbesar margin pada kuartal ini.
Untuk saat ini, sekuritas masih mempertahankan rekomendasi tahan atau hold untuk saham HMSP. Target harga HMSP adalah Rp1.870 didasarkan kelipatan target yang tidak berubah 16 x (pada -2 SD dari rata-rata price-to-earning ratio 7 tahun).
“Kami mempertahankan rekomendasi hold karena terkoreksinya pangsa pasar dan penurunan volume penjualan yang lebih rendah. Namun, kami percaya bahwa penilaian saat ini masih menarik yakni pada 15,6 kali price-to-earning ratio pada tahun 2021 (-2 SD dari rata-rata price-to-earning ratio 7 tahun).
Di sisi lain, RHB Sekuritas menyatakan simplifikasi tarif cukai yang kemungkinan akan diberlakukan pada tahun ini akan menguntungkan pemain besar produsen rokok dengan demikian kesenjangan harga produk rokok akan semakin kecil sehingga menguntungkan bagi emiten rokok seperti HMSP.
Di sisi lain, volatilitas harga saham dan ketidakpastian regulasi harga eceran tertinggi (HET) membuat analis RHB Sekuritas Michael Setjoadi menurunkan price-to-earning ratio 16 x yang dinilainya pun masih 25 persen lebih mahal harga sahamnya dibandingkan dengan produsen rokok lainnya.
Dia memproyeksikan target harga Rp1.950 berdasarkan proyeksi price-to-earning ratio dan price-to-book value masing-masing 16,06 x dan 6,1 x hingga akhir tahun 2020.