Bisnis.com, JAKARTA — Koreksi sejumlah emiten perbankan penghuni indeks saham sektor keuangan atau JAKFIN memutus tren penguatan indeks harga saham gabungan pada akhir sesi Kamis (9/7/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi 0,46 persen atau 23,380 poin ke level 5.052,794 pada akhir sesi Kamis (9/7/2020). Sebanyak 195 saham menguat, 205 terkoreksi, dan 175 stagnan.
IHSG sempat melenggang di zona hijau sepanjang sesi satu perdagangan dengan menyentuh level resistan 5.111,564. Akan tetapi, pergerakan amblas jelang penutupan perdagangan.
JAKFIN menjadi penekan utama laju IHSG dengan koreksi 0,69 persen ke level 1.110. PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang terkoreksi 1,45 persen ke level Rp30.550 memimpin daftar laggards atau penekan utama indeks saham sektor keuangan.
Koreksi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) sebesar 0,94 persen ke level Rp3.160 juga menjadi penekan laju JAKFIN. Dua emiten perbankan BUMN lain, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Perseo) Tbk. (BBNI), turut menekan pergerakan indeks.
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan tidak ada data makro ekonomi baik domestik maupun global pada sesi perdagangan hari ini yang memberikan impak positif terhadap pasar. Sebaliknya, ada peningkatan jumlah kasus Covid-19 dan muncul potensi gelombang kedua penyebaran virus.
Baca Juga
“Membuat para pelaku pasar lebih cenderung mengambil aksi profit taking,” jelasnya saat dihubungi, Kamis (9/7/2020).
Data menunjukkan saham-saham perbankan tengah melaju kencang dalam sepekan terakhir. BBCA misalnya, naik 7,39 persen sepanjang periode tersebut.
BBRI juga tidak ketinggalan tancap gas dengan menguat 5,72 persen dalam sepekan. BMRI, BBNI, dan BBTN juga ikut melenggang sepekan terakhir dengan penguatan masing-masing 11,94 persen, 12,35 persen, dan 28,29 persen.
Sebelumnya, Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan salah satu pendorong laju saham perbankan yakni skema burden sharing yang disepakati oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Kebijakan itu menurutnya akan membuat likuiditas perbankan membaik.
“Dengan adanya burden sharing, artinya akan ada dana di level pemerintahan, jadi akan ada trickle down effect yang bisa berdampak ke real sector sedangkan kondisi sekarang perbankan takut apabila kredit tidak bisa terbayarkan. Dengan adanya trickle down effect dari stimulus tersebut, salah satunya peningkatan daya pembayaran kredit juga terangkat,” jelasnya.