Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Lepas Saham Blue Chip Tambang, Pilih Koleksi Emiten Lapis Kedua

Investor mulai merealisasikan keuntungan dari saham tambang yang melemah dan beralih ke saham lapis kedua yang berpotensi menguat, didorong oleh peningkatan permintaan.
Akbar Maulana al Ishaqi, Annisa Kurniasari Saumi
Selasa, 19 Agustus 2025 | 12:00
Aktivitas alat berat kontraktor pertambangan PT Petrosea Tbk. (PTRO)/petrosea.com
Aktivitas alat berat kontraktor pertambangan PT Petrosea Tbk. (PTRO)/petrosea.com

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah saham tambang terpantau menekan gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan lalu. Sementara itu, saham lapis kedua makin bergeliat.

Melansir data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sepekan berhasil naik 4,84% ke level 7.898,37. Namun, indeks sektor bahan baku justru terkoreksi 2,89% seiring tekanan pada sejumlah saham komoditas.

Emiten tambang emas PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) misalnya, turun sebesar 10,12% dalam sepekan. Pelemahan ini menjadikan MDKA sebagai salah satu saham penekan terbesar IHSG dengan kontribusi negatif 6,9 poin.

Perusahaan holding konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) juga turun 7,32% dan membebani indeks komposit 11,1 poin. Saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang memproduksi emas hingga nikel melemah 6,15% juga memberikan bobot negatif 3,9 poin.

Pada saat bersamaan, ANTM juga menjadi saham yang paling banyak dijual asing selama sepekan dengan nilai jual bersih mencapai Rp328,5 miliar.

Selanjutnya saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) ikut terkoreksi 7,98%, sementara saham PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) juga turun 1,72% dengan dampak negatif sebesar 4,7 poin terhadap IHSG.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menyampaikan pelemahan sejumlah saham komoditas tidak terlepas dari tren rotasi sektor yang kini terjadi di pasar.

Menurutnya, investor asing maupun domestik terlihat mulai memindahkan portofolio ke sektor lain yang lebih menjanjikan secara fundamental.

“Fenomena lain yang perlu diperhatikan adalah rotasi sektor. Emiten-emiten yang sebelumnya berada di fase lagging bisa masuk ke improving sector, lalu berpotensi naik ke leading sector seiring membaiknya kinerja saham sektoral,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (18/8/2025).

Dia menambahkan rotasi sektor akan menjadi penopang tren bullish IHSG hingga kuartal III/2025 atau bahkan berlanjut ke kuartal IV/2025, terutama jika arus modal asing terus masuk ke sektor perbankan dan telekomunikasi.

Sementara itu, dia menilai investor dapat merealisasikan keuntungan dari saham emiten batu bara dan masuk ke saham-saham yang memiliki potensi fundamental kuat.

“Strategi portofolio yang rasional saat ini adalah akumulasi bertahap pada saham dengan prospek fundamental solid. Investor juga perlu melakukan realisasi profit dan menjalankan manajemen risiko secara efektif,” ujar Nafan.

Daya Tarik Saham Lapis Kedua

Di tengah pelemahan saham emiten tambang itu, sejumlah saham lapis kedua tercatat menguat signifikan. Analis melihat gerak saham lapis kedua masih cukup kuat untuk melanjutkan kenaikan jelang akhir tahun.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan prospek dari saham-saham lapis kedua ini akan dipengaruhi oleh peningkatan permintaan, sehingga bisa mendongkrak kinerja pendapatan emiten. Hal ini diharapkan dapat membuat laba perusahaan-perusahaan lapis kedua ini tumbuh secara progresif.

“Saham-saham lapis kedua masih memiliki peluang untuk mengalami apresiasi. Apalagi untuk yang rajin membagi dividen, ini bisa menjadi pemanis bagi investor,” ucap Nafan, Senin (18/8/2025).

Nafan pun memilih sejumlah saham dari kelompok lapis dua yang masih menarik untuk dicermati seperti AUTO, BNGA, ELSA, ERAA, hingga SIDO.

Untuk saham AUTO, Nafan melihat ada potensi peningkatan permintaan spare parts saat suku bunga tinggi masih terjadi. Dengan suku bunga tinggi, dapat membuat permintaan di sektor otomotif untuk kendaraan baru menjadi melemah, sehingga para konsumen lebih memilih untuk merawat kendaraan yang mereka miliki.

Selanjutnya, BNGA dapat menikmati peluang yang datang dari pertumbuhan kredit berkualitas. Pertumbuhan ini akan semakin tinggi jika BI melanjutkan tren penurunan suku bunga acuan.

Sementara itu, ELSA mendapat sentimen positif dari peningkatan produksi minyak yang dapat memberikan manfaat bagi kinerja perseroan. Sementara, untuk ERAA, dia melihat keluarnya seri iPhone terbaru pada akhir tahun ini dapat mendongkrak kinerja penjualan.

Begitu pula untuk SIDO, Nafan melihat pertumbuhan ekonomi yang stabil dapat membuat sektor konsumer kembali menggeliat.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro