Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service menetapkan peringkat Baa2 bagi obligasi Indonesia yang akan diterbitkan dalam mata uang yen Jepang.
Program penerbitan Samurai Bond itu telah diproses sejak 30 April dengan target dana penghimpunan 600 miliar yen. Moody's juga telah memberikan peringkat Baa2 untuk kelima drawdowns yang memiliki jatuh tempo mulai dari 3 tahun sampai 20 tahun.
"Hasil obligasi yang akan diterbitkan dalam program ini dimaksudkan untuk membiayai defisit anggaran dan untuk keperluan umum Pemerintah. Selain itu juga untuk mendanai program pemulihan virus corona," tulis Mood’s dalam laporannya, Kamis (9/7/2020).
Sebagai informasi, peringkat Baa2 mencerminkan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki prospek stabil. Moody's menilai Indonesia memiliki kebijakan ekonomi makro yang stabil serta tahan terhadap guncangan. Selain itu, didukung oleh defisit fiskal yang kecil dan pemerintahan yang rendah rasio utang.
Prospek yang stabil mencerminkan risiko yang seimbang di Baa2. Moody's menggabungkan risiko dari tantangan politik hingga reformasi ekonomi, fiskal dan peraturan yang luas yang kemungkinan akan berdampak negatif.
Di sisi lain, Moody's juga mempertimbangkan katalis positif berupa potensi peningkatan daya saing sebagai hasil dari penerapan reformasi yang efektif.
Baca Juga
Meski demikian, kasus-kasus virus korona yang dilaporkan di Indonesia telah meningkat dengan pesat selama beberapa bulan terakhir yang memicu penutupan dan penguncian di seluruh Tanah Air. Hal ini menjadi pukulan berat bagi industri pariwisata yang akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi negara.
Meskipun mengumumkan stimulus moneter dan fiskal, tetapi efek pada pasar keuangan sangat parah. Sementara itu, orang Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan dan anggaran yang rendah, penghindaran risiko berkepanjangan juga akan membebani keterjangkauan utang yang sudah lemah dan menguji buffer eksternal.
Moody's menilai investasi non-residen yang cukup besar di Indonesia membuat arus masuk modal menjadi naik turun yang diperkuat selama masa pandemi.
"Ini memiliki efek ekonomi secara luas. Profil kredit korporasi yang lemah karena pembayaran hutang dapat merusak kualitas aset bank," tulis Moody’s.