Bisnis.com,JAKARTA— Lelang surat berharga syariah negara, Selasa (23/6/2020), menghasilkan penawaran masuk senilai Rp38,849 triliun.
Berdasarkan siaran pers Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemerintah telah melakukan lelang surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara.
Hasilnya, total penawaran yang masuk senilai Rp38,849 triliun untuk enam seri SBSN yang terdiri atas 1 surat perbendaharaan negara syarian (SPN-S) dan lima project based sukuk (PBS).
Hasil lelang kali ini meningkat dibandingkan dengan lelang sukuk pada 9 Juni lalu. Kala itu, pemerintah mengumpulkan total penawaran sebesar Rp28,644 triliun.
Pada lelang kali ini, penawaran terbanyak masuk untuk seri PBS002 yang jatuh tempo 15 Januari 2022 dengan total Rp17,301 triliun. Dari penawaran yang masuk, yield atau imbal hasil rerata tertimbang yang dimenangkan 5,63 persen dengan jumlah nominal dimenangkan Rp4,2 triliun.
Seri selanjutnya yang paling diincar oleh investor yakni PBS026 yang jatuh tempo 15 Oktober 2024 dengan total penawaran masuk Rp8,46 triliun. yield rerata tertimbang yang dimenangkan 6,49 persen dengan jumlah nominal yang dimenangkan Rp2,35 triliun.
Baca Juga
Adapun, total nominal yang dimenangkan dari keenam seri yang ditawarkan senilai Rp9,5 triliun. Jumlah itu lebih besar dari target indikatif yang dipasang pemerintah senilai Rp7 triliun.
Sebelumnya, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, banyaknya tekanan dari pasar global membuat lelang sukuk kali ini tidak akan terlalu dilirik investor asing.
Lonjakan kasus positif virus corona di sejumlah negara membuat para investor khawatir pemulihan ekonomi akan berjalan lebih lama dari perkiraan.
“Terlihat juga beberapa negara mulai mengetatkan kembali kebijakan lockdown, seperti di China contohnya. Hal ini akan membuat investor asing lebih banyak wait and see pada lelang besok,” katanya saat dihubungi pada Senin (22/6/2020).
Selain itu, tensi hubungan antara Amerika Serikat dan China juga akan meningkatkan ketidakpastian ekonomi dunia. Hal tersebut, lanjut Ramdhan, akan turut meningkatkan risiko investasi di mata para pemegang modal.
“Panasnya hubungan kedua negara akan meningkatkan ketidakstabilan perekonomian dunia sehingga menghambat aliran modal asing (capital inflow) dari pasar sukuk,” ungkapnya.
Ramdhan memperkirakan, lelang besok akan ditopang oleh investor domestik, seperti Bank Indonesia (BI) yang diperbolehkan masuk ke pasar primer obligasi dan juga sektor perbankan yang perlu melakukan diversifikasi portofolionya.
Ia mengatakan, pemangkasan suku bunga acuan yang dilakukan BI pekan lalu dapat menjadi katalis positif yang mengimbangi tekanan dari pasar global. Pemotongan suku bunga tersebut dapat mengurangi cost of fund dalam menerbitkan obligasi negara.
“Kemungkinan angka penawaran yang didapat ada di kisaran Rp20 triliun dengan sukuk tenor pendek menjadi incaran karena risiko volatilitas yang lebih rendah,” imbuh Ramdhan.
Pada lelang sukuk 9 Juni 2020 lalu, pemerintah berhasil mengumpulkan penawaran sebesar Rp28,644 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan perolehan dua lelang sukuk sebelumnya pada 5 Mei dan 18 Mei yang berada di kisaran Rp18 triliun.
Dari jumlah penawaran tersebut, pemerintah memutuskan untuk memenangkan sebanyak Rp9,5 triliun dengan seri-seri jangka pendek yang menjadi incaran investor.
Seri | Jatuh Tempo | Penawaran Masuk | Jumlah Dimenangkan | Yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan |
SPN-S 24122020 | 24 Desember 2020 | Rp4,951 triliun | - | - |
PBS002 | 15 Januari 2022
| Rp17,301 triliun | Rp4,2 triliun |
5,63% |
PBS026 | 15 Oktober 2024 | Rp8,4607 triliun | Rp2,35 triliun |
6,625% |
PBS023 | 15 Mei 2030 | Rp3,2965 triliun
| Rp1,4 triliun |
7,43952% |
PBS022 | 15 April 2034 | Rp1,493 triliun | Rp280 miliar | 7,93739%
|
PBS005 | 15 April 2043 | Rp3,3472 triliun | Rp805 miliar
| 8,16960% |
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu)