Bisnis.com, JAKARTA – PT Wijaya Karya Beton Tbk. memproyeksikan kinerja pada kuartal II/2020 akan lebih baik dibandingkan kuartal I/2020 karena sejumlah proyek masih bisa dijalankan di tengah pandemi Covid-19.
Dibandingkan induknya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. yang mengalami penurunan kinerja cukup signifikan, Wika Beton membukukan kinerja yang lebih baik.
Perseroan tercatat masih mampu mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 2,64 persen menjadi Rp72,66 miliar pada kuartal I/2020. Efisiensi beban usaha menjadi salah satu penopang laba perseroan di tengah pendapatan yang turun 9,86 persen.
Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Beton Yuherni Sisdwi menjelaskan, meski terjadi penurunan laba kotor sekitar 17,33 persen perseroan berupaya mengimbangi hal itu dengan penurunan beban usaha.
“Untuk itu kami melakukan efisiensi, perjalan dinas tidak ada, jam kerja juga berkurang, pemakaian biaya listrik turun. Kemudian, kami juga menargetkan setiap divisi untuk melakukan efisiensi,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (15/6/2020).
Di sisi lain, perseroan mendapatkan kontribusi pendapatan yang cukup besar dari entitas asosiasi. Hal ini, lanjutnya, juga disebabkan oleh pajak badan yang lebih rendah karena menggunakan Pph final 3 persen.
Baca Juga
Selain itu, perseroan juga melakukan efisiensi dari beban keuangan yang turun 17,92 persen. Hal ini dilakukan dengan memaksimalkan fasilitas supply chain financing (SCF) untuk melunasi tagihan kepada subkontraktor.
“Maka, beban bunganya itu ditanggung supplier, jadinya tadinya modal kerja dipakai untuk bayar utang itu, sekarang di-support oleh SCF. Jadi kredit modal kerja kami lebih rendah,” katanya.
Dia mengatakan perseroan masih terus berupaya meningkatkan efisiensi. Salah satunya, dari sisi collection period piutang yang saat ini masih di kisaran 8 bulan—9 bulan. Perseroan menargetkan waktu koleksi piutang bisa ditingkatkan menjadi 6 bulan.
Dia menjelaskan dampak pandemi Covid-19 cukup memberi dampak terhadap penurunan pendapatan perseroan. Hal ini juga membuat pengakuan pendapatan berkurang karena tertundanya sejumlah proyek.
Salah satu proyek yang mengalami penundaan adalah jalan Tol Pettarani di Makassar. Semestinya proyek itu selesai pada bulan ini, namun karena pandemi, proyek itu diperkirakan baru usai pada semester II/2020.
“Pettarani, secara nilai kontrak tinggal ratusan miliar, paling banyaknya di 2019, kemarin pengakuan penjualannya Rp200 miliar—Rp300 miliar dan bakal habis pada semester II/2020 ini,” katanya.
Meski begitu, dia mengatakan bahwa perseroan masih memiliki proyek-proyek lain yang relatif masih dapat berjalan secara normal. Salah satunya adalah jalan proyek jalan tol Pekanbaru—Padang seksi Bangkinang—Pangkalan.
Dia juga optismistis kinerja pada kuartal II akan lebih baik dibandingkan kuartal I. Namun, secara agregat jika dibandingkan terhadap periode yang sama pada tahun lalu, diperkirakan akan terjadi penurunan.
Dia menyebutkan hal ini disebabkan oleh pola pengakuan pendapatan perseroan yang selalu lebih besar setelah periode kuartal I/2020. Dia memperkirakan tren ini juga akan berlanjut pada semester II/2020.
Meski begitu, menurutnya secara umum perseroan mengekspektasikan penurunan kinerja. Pertumbuhan yang terjadi pada kuartal I/2020, sejatinya juga berada di bawah target perseroan.
Dari sisi pendapatan misalnya, perseroan mengantongi Rp1,16 triliun pada kuartal I/2020. Dia mengatakan ekspektasi awal perseroan untuk pendapatan pada periode tersebut adalah di kisaran Rp2 triliun.
Dengan demikian, dia memperkirakan target pertumbuhan laba 20 peren—25 persen pada tahun ini akan sulit tercapai. Perseroan kini mengantisipasi penurunan laba yang dinilai tak bisa lagi dihindari.
“Tumbuh sih tidak sepertinya, tapi best scenario-nya sama dengan tahun lalu, mungkin bisa jadi angka moderatnya 10 persen—15 persen di bawah tahun lalu,” jelasnya.
Namun, dia mengatakan bahwa perkiraan ini juga masih terus berubah sesuai dengan perkembangan. Menurutnya, salah satu penentunya adalah seberapa cepat proyek baru bisa dijalankan.
Sampai dengan Mei, dia mengatakan bahwa perolehan kontrak baru adalah sebesar Rp1,1 triliun. Di sisi lain, perseroan memiliki kontrak bawaan dari tahun lalu sebesar Rp5,6 triliun.
Adapun, per Maret 2020, utilisasi produksi di pabrik mencapai 62 persen. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan periode normal yang biasanya mencapai kisaran 80 persen—90 persen.
Hal ini pula yang diperkirakan akan membuat rencana perseroan mengakuisisi pabrik baru ditunda. Dia menyatakan, target belanja modal yang semula sekitar Rp900 miliar akan menurun drastis.
Namun, rencana belanja modal lain untuk penambahan kapasitas pabrik tetap dilakukan. Salah satunya untuk pabrik di Pekanbaru. Dengan tambahan tersebut, total kapasitas produksi perseroan diperkirakan meningkat menjadi 4,1 juta ton per tahun.