Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan harga emas diyakini masih mampu menguat hingga akhir 2020 meski sempat mengalami koreksi sementara bersama dengan aset safe haven lainnya.
Pada penutupan perdagangan Jumat (5/6/2020), harga emas spot terkoreksi 1,69 persen atau 28,95 poin menjadi US$1.685,06 per troy ounce. Adapun, emas Comex kontrak Agustus 2020 turun 2,57 persen menuju US$1.683 per troy ounce.
Business Manager Indosukses Futures Suluh Adil Wicaksono mengatakan tren pergerakan emas sat ini terkoreksi sementara. Menurutnya, seluruh aset safe haven termasuk dolar dan yen Jepang, terkoreksi karena agresifitas bank sentral membeli surat utang pada masa Covid-19.
“European Central Bank [ECB] bahkan akhir pekan tidak sedikit melakukan pembelian untuk stabilisasi pasar keuangan,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (7/6/2020).
Suluh memprediksi akhir kuartal II/2020 emas spot masih akan berada di kisaran US$1.700 per troy ounce. Pasalnya, harga tertinggi pada Juni 2020 mencapai US$1.764 per troy ounce.
“Sangat dimungkinkan harga rendah saat ini membuat aksi beli on low,” imbuhnya.
Baca Juga
Dilansir melalu Bloomberg Minggu (7/6/2020), harga emas akhir pekan lalu mencatatkan penurunan mingguan terpanjang karena data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) lebih baik dari perkiraan. Hal itu menjadi tanda lebih lanjut bahwa ekonomi global akan pulih lebih cepat sehingga membatasi permintan safe haven.
Data menunjukkan nonfarm payrolls (NFP) meningkat 2,5 juta pada Mei 2020, berbanding terbalik dengan proyeksi analis yang memperkirakan penurunan, setelah Jatuh 20,7 juta orang pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, pengangguran turun menjadi 13,3 persen dari April 2020 sebesar 14,7 persen. Walaupun masih terbilang tinggi, pelaku pasar sangat antusias karena hal itu menandakan pemulihan ekonomi.
Emas mencatat penurunan mingguan terpanjang sejak September karena secara mengejutkan angka pekerjaan AS yang lebih baik memberikan tanda-tanda lebih lanjut bahwa ekonomi global mengambil lebih cepat dari yang diperkirakan, sehingga membatasi permintaan.
Chief Market Analyst Ava Trade Naeem Aslam mengatakan data tingkat tenaga kerja AS telah mengejutkan semua orang. Jumlah yang dilaporkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi pasar.
“Hal ini sangat mengejutkan dan menunjukkan perekonomian membaik,” ujarnya dikutip melalui Bloomberg, Minggu (7/6/2020).
Seperti diketahui, harga emas sebelumnya sempat menanjak ke level tertinggi dalam 7 tahun pada April 2020 akibat potensi perlambatan ekonomi sebagai dampak pandemi dari Covid-19. Sejumlah negara terpaksa melakukan lockdown dan membatasi pergerakan orang untuk menghindari penyebaran virus.
Dilansir melalui Bloomberg, sejumlah analis masih memandang positif terhadap prospek harga emas jangka panjang. Optimisme itu sejalan dengan ketegangan AS dan China, risiko pemulihan ekonomi global, dan ekspektasi stimulus lanjutan dari perbankan termasuk penurunan suku bunga akan menjadi faktor penopang harga.
Direktur Metal Focus Nikos Kavalis mengatakan harga emas mungkin menghadapi koreksi jangka pendek. Namun, harga masih dapat naik menuju rekor tertinggi pada semester II/2020.
Sementara itu, JP Morgan Asset Management mengubah rekomendasinya pada emas dan logam mulia lainnya menjadi overweight. Adapun, Credit Suisse menaikan ekspektasi harga emas, dan memproyeksikan harga menuju US$1.800 per troy ounce pada 2021.