Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Negara Pengekspor Minyak atau OPEC dan para produsen minyak lain di luar organisasi sepakat untuk memperpanjang pemangkasan produksi selama satu bulan.
Dilansir dari Bloomberg, Sabtu (6/6/2020), dalam konferensi video yang sedang berlangsung, semua negara menyetujui kesepakatan tersebut. OPEC dan sekutunya akan mempertahankan pemotongan produksi 9,7 juta barel per hari hingga akhir Juli 2020.
Irak dan Nigeria juga berhanji untuk menyesuaikan pembatasan produksi tambahan dari Juli hingga September sebagai kompensasi karena gagal mencapai target pemangkasan pada Mei dan Juni. Hal itu diungkapkan salah seorang delegasi anggota OPEC.
Kesepakatan ini menjadi kemenangan bagi Arab Saudi dan Rusia yang mati-matian membujuk anggota untuk memenuhi kewajiban mereka. Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman sebelumnya memang konsisten menekan para anggota untuk berhenti mencurangi kuota produksi.
Harga minyak kemudian mencetak kenaikan mingguan keenam di Bursa London, lebih dari dua kali lipat menjadi US$42,30 per barel. Kenaikan harga tidak lepas dari langkah para saudagar minyak mengantisipasi pasokan yang lebih ketat karena permintaan mulai pulih seiring pembukaan kembali ekonomi di sejumlah negara.
Untuk diketahui, harga minyak sempat anjlok bahkan tenggelam di bawah nol pada April 2020 lalu. Pasokan dari produsen melimpah sementara permintaan seret karena pandemi virus corona telah memperlambat kegiatan ekonomi. Miliaran barel menumpuk selama pandemi berlangsung.
OPEC dan sekutunya akan mengadakan pertemuan lagi pada paruh kedua Juni 2020 untuk meninjau kembali pasar minyak. Pembicaraan dijadwalkan berlangsung pada 18 Juni 2020 mendatang di bawah panel Komite Pengawasan Bersama Menteri.
Panel dapat merekomendasikan perpanjangan lebih lanjut jika dianggap perlu. Selain itu, panel juga bisa mendorong pengurangan produksi lebih dalam pada Agustus.
"Semua orang menyelamatkan muka dengan perjanjian ini," ujar Ekonom Energi Global di Cornerstone Macro LLC Jan Stuart, pada Jumat (5/6/2020) setelah setelah kesepakatan tentatif disepakati.
.“Tapi itu menimbulkan pertanyaan: Apa mekanisme penegakannya? Saya sangat ingin tahu bagaimana organisasi ini akan mendapatkan kepatuhan tinggi dari anggota yang curang," imbuhnya.
Pasar minyak di sisi lain juga menghadapi risiko, yaitu pasokan minyak dari Libya. Negeri yang pernah dipimpin oleh Moammar Khadafi itu kemungkinan bisa menambah pasokan baru, yang mana selama perang lebih dari satu juta barel raib.
Pasokan dari Libya yang terhenti selama perang turut membantu OPEC dan sekutunya dalam menyeimbangkan harga minyak. Tapi, gencatan senjata kini mulai membuka pintu bagi pemulihan negara itu secara bertahap.