Bisnis.com, JAKARTA — Kendati kondisi pasar masih naik-turun, dana kelolaan sejumlah manajer investasi besar di Indonesia ikut terkerek seiring tren pasar yang positif sepanjang April 2020 lalu, salah satunya adalah PT BNI Asset Managemen (BNI AM).
Secara year-on-year, total asset under management (AUM) BNI AM per akhir April 2020 tercatat Rp20,091 triliun atau naik 17,21 persen dibandingkan dengan akhir April 2019 yang sebesar Rp17,14 triliun. Meskipun masih terhitung turun tipis jika dibandingkan AUM pada Maret 2020 yang sebesar Rp20,21 triliun.
Direktur Utama BNI-AM Reita Fahrianti mengatakan kenaikan dana kelolaan perseroan ditopang oleh maraknya emisi produk investasi alternatif dan peningkatan AUM produk konvensional seperti reksa dana pasar uang dan reksa dana terproteksi.
“Selama satu tahun terakhir BNI AM melakukan emisi beberapa produk investasi alternatif yaitu KIK-EBA BNI-AM Bank Mandiri 01 - Corporate Loan dan RD ETF yaitu Reksa Dana Indeks BNI-AM ETF MSCI ESG Leaders Indonesia,” ujar Reita kepada Bisnis, Kamis (21/5/2020)
Adapun, dalam mengelola aset Reita menuturkan bahwa pihaknya menyusun strategi berdasarkan ekspektasi pasar dalam jangka waktu 6—12 bulan ke depan serta kebijakan investasi yang spesifik dari tiap jenis reksa dana yang mereka kelola.
“Selain itu, kami juga terus melakukan pemantauan kondisi makro ekonomi dan pergerakan pasar modal secara periodik untuk menyesuaikan porsi atau alokasi aset yang bersifat taktikal dan dinamis dalam jangka pendek,” tuturnya.
Baca Juga
Dia mengaku masih optimistis pasar akan kembali positif. Reita memperkirakan kinerja reksa dana saham bakal mengalami perbaikan menuju akhir tahun 2020, dengan kisaran level IHSG pada range level 4800 - 5400 atau upside sekitar 6 persen – 19 persen dari level IHSG saat ini sebesar 4500.
Menurutnya, hal tersebut didorong sentimen positif dari melambatnya jumlah penambahan kasus baru Covid-19 dan kembali dibukanya aktivitas ekonomi di berbagai negara termasuk di Indonesia serta stimulus moneter dan stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah.
“Walaupun kami masih terus mengamati risiko-risiko seperti data ekonomi yang masih memburuk dan risiko second wave dari penyebaran virus Covid-19 ini setelah lockdown kembali dibuka dibeberapa negara,” kata Reita.