Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stabilitas Rupiah Jadi Momentum Emiten Dongkrak Kinerja

Stabilitas pergerakan nilai tukar rupiah hingga akhir tahun disebut menjadi peluang bagi emiten untuk memperbaiki kinerja, terutama emiten yang mengalami kerugiaan selisih kurs cukup besar pada kuartal I/2020
Karyawati bank menata uang dollar dan rupiah di kantor cabang PT Bank Mandiri Tbk. di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Karyawati bank menata uang dollar dan rupiah di kantor cabang PT Bank Mandiri Tbk. di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah diproyeksi cenderung menguat dan lebih stabil pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan kuartal I/2020. Hal itu dinilai akan membantu emiten yang terhantam risiko selisih kurs untuk memperbaiki kinerja di tengah pandemi virus corona (Covid-19)).

Berdasarkan data Bloomberg, sepanjang kuartal II/2020 berjalan rupiah telah berhasil terapresiasi 4,86 persen dan parkir di level Rp14.905 pada perdagangan Selasa (12/5/2020). Hal itu pun berbanding terbalik dengan kinerja rupiah pada kuartal I/2020 yang justru terdepresiasi sekitar 17 persen.

Bahkan, rupiah pun sempat menyentuh level terendahnya dalam 20 tahun terakhir di kisaran Rp16.430 per dolar AS pada awal Maret 2020. Adapun, kinerja rupiah pada kuartal I/2020 itu menjadi kinerja nilai tukar terburuk di antara mata uang Asia lainnya.

Kendati demikian, kinerja rupiah pada kuartal I/2020 masih lebih baik dibandingkan dengan kinerja mata uang pasar berkembang lainnya di Amerika Latin dan Afrika, seperti real Brasil yang terdepresiasi hingga 30 persen terhadap dolar AS.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan kinerja rupiah pada tiga bulan pertama, saat ini mata uang Garuda berhasil lepas dari jeratan level Rp16.000 per dolar AS. Hal ini didukung oleh langkah mayoritas bank sentral, termasuk Bank Indonesia, dan pemerintah negara mengeluarkan stimulus dalam jumlah yang cukup besar.

Stimulus tersebut berhasil meredakan kekhawatiran pasar terhadap ketersediaan likuiditas dolar AS di tengah prospek pelemahan akibat pandemi Covid-19. Ketersediaan likuiditas menjadi pangkal kekhawatiran pelaku pasar dan menjadi sentimen sentimen bagi pergerakan rupiah dan mayoritas aset berisiko lainnya sepanjang kuartal I/2020.

Indeks volatilitas untuk satu bulan rupiah pun telah mereda yaitu berada di kisaran rata-rata 13,49. Pada penutupan Selasa (12/5/2020), volatilitas berada di level 15,905.

Untuk diketahui, pada akhir Maret volatilitas rupiah untuk satu bulan sempat menyentuh level tertingginya 33,235, sangat berbanding terbalik dengan awal tahun ini volatilitas rupiah sempat berada di level 4,56.

“Ini menunjukkan bahwa investor asing sudah mulai  percaya diri  dan  beranjak masuk ke pasar Indonesia, walaupun jumlah yang masuk belum menutupi jumlah arus yang keluar pada kuartal I/2020. Setidaknya pasar sudah cenderung pulih,” ujar Josua saat dihubungi Bisnis, Selasa (12/5/2020).

Sementara itu, secara fundamental pun cadangan devisa dalam negeri juga telah menunjukkan perbaikan yang dapat menjadi bantalan kuat untuk menambahkan kepercayaan investor asing masuk ke Indonesia.

Angka dan kurva penyebaran Covid-19 secara global di sisi lain pun sudah mulai melandai. Hal ini  tercermin dari beberapa negara yang sudah mulai membuka perekonomiannya kembali. Maka, optimisme pelaku pasar pun kembali pulih.

Dengan pelonggaran tersebut, kata Josua, menjadi hal yang harus diperhatikan pasar karena ancaman adanya gelombang kedua penyebaran Covid-19 sebelum akhirnya vaksin dan obat ditemukan.

“Namun, selama volatilitas berhasil d reda,  penguatan ini akan terdorong lebih lanjut. Jadi Volatilitas adalah kunci. Rupiah diprediksi bergerak di kisaran Rp14.750-Rp15.250 per dolar AS sepanjang kuartal II/2020,” papar Josua.

Perbaikan Kinerja 

Di sisi lain, penguatan rupiah dan pergerakannya yang diproyeksi cenderung lebih stabil dinilai sedikit-banyak membantu sejumlah emiten untuk memperbaiki kinerjanya pada kuartal II/2020.

Untuk diketahui, tidak sedikit emiten yang laba bersihnya pada kuartal I/2020 tergerus akibat membengkaknya beban kerugian selisih kurs. Bahkan, terdapat emiten yang mengalami kenaikan kerugian selisih kurs hingga 2.502,9 persen sehingga laba turun hingga 88 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. (lihat tabel).

Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta  mengatakan bahwa penguatan rupiah setidaknya telah mengurangi  katalis negatif yang dapat membuat kinerja keuangan emiten melemah.

“Efek dari pandemi covid-19 masih menjadi tantangan utama bagi para emiten khususnya,” ujar Nafan saat dihubungi Bisnis.

Sementara itu, Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan bahwa untuk nilai tukar rupiah pada kuartal II/2020 sepertinya tidak terlalu berbeda pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan, termasuk yang memiliki eksposur utang luar negeri yang cukup kecil.

Dia mengatakan bahwa pada kuartal II/2020 lebih baik fokus terhadap top line atau penjualan dari setiap emiten. Hal itu dikarenakan pada awal kuartal II/2020 dampak wabah terhadap ekonomi baru saja akan dimulai.

Oleh karena itu, Frederik menilai  emiten sudah cukup berhasil bila mampu mempertahankan pertumbuhan pendapatan pada kuartal II/2020. Kinerja pendapatan, lanjutnya menjadi perhatian utama karena mencerminkan perkembangan bisnis emiten.

“Bila pada kuartal I/2020 masih mampu membayar kewajiban, tapi pada kuartal II/2020 penjualan menurun drastis. maka kewajiban tidak akan terbayarkan meskipun nilai tukar rupiah menguat,” ujar Frederik kepada Bisnis.

Dia menilai emiten yang dapat mencetak kinerja dengan cukup baik pada kuartal II/2020 adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) dan PT XL Axiata Tbk. (EXCL) yang akan didukung penjualan yang tidak akan turun akibat kebutuhan komunikasi yang tinggi di tengah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Adapun,Corporate Communications PT  Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) Joy Citradewi mengatakan bahwa   pergerakan rupiah yang cenderung lebih stabil pada kuartal II/2020 tentu akan berdampak baik pada kinerja perseroan. Kerugian selisih kurs yang semula membengkak dapat berkurang.

Pengaruh baik rupiah itu akan dimanfaatkan perseroan untuk memperbaiki kinerja di tengah pandemi Covid-19 yang menjadi katalis negatif kinerja.

“Selain itu, strategi perseroan menjaga kinerja pada kuartal  ini adalah dengan meningkatkan melalui penjualan PPE coverall dan masker,” ujar Joy kepada Bisnis.

Joy menuturkan permintaan pembelian masker dan alat pelindung diri yang diproduksi Sritex oleh masyarakat masih tetap tinggi.Emiten tekstil itu pun masih optimistis dengan kinerjanya pada 2020, yaitu yakin akan membukukan pertumbuhan top line  6-8 persen.

Pengaruh Kerugian Kurs Terhadap Kinerja Empat Emiten, Kuartal I/2020

SRIL

MNCN

PGAS

ASII

Pendapatan

US$316,61 juta

Rp2,01 triliun

US$873,8 juta

Rp54 triliun

Rugi Selisih Kurs

US$556,93 ribu

Rp244,42 miliar

US$63,21 juta

Rp463 milia

Laba

US$28,22 juta

Rp332,74 miliar

US$47,77 juta

Rp4,81 triliun

Perubahan Laba

0,62 %

-43%

-26,62

-7,77%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper