Bisnis.com, JAKARTA – PT Fitch Ratings Indonesia menyematkan peringkat utang jangka panjang PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA) menjadi A namun dengan outlook negative dari stabil.
Perseroan tercatat memiliki 4 utang jangka panjang yakni Obligasi Berkelanjutan Tahap I Tahun 2018 dan Obligasi Berkelanjutan Tahap II Tahun 2020. Lalu, Medium Term Notes II Tahun 2017 dan Medium Term Notes II Tahun 2018.
Dalam keterangan resmi, Fitch menyebutkan outlook itu juga termasuk surat utang senior tanpa jaminan US$250 juta 7 persen jatuh tempo di 2023. Surat utang diterbitkan oleh anak perusahaan dan dijamin oleh TBLA dan semua anak perusahaan operasional dengan kepemilikan mayoritas juga telah diafirmasi di B+ dengan Peringkat Recovery RR4.
Fitch Ratings Indonesia juga telah merevisi outlook atas peringkat nasional jangka panjangnya menjadi negatif dari stabil dan pada saat yang bersamaan mengafirmasi peringkatnya di ‘A(idn)’. Fitch menilai leverage net debt to EBITDA TBLA adalah 3,6 kali pada 2019 dan tim memperkirakan rasio ini akan naik di 2020.
“Akan tetapi, kami juga memprediksi leverage akan turun dari 2021 berdasarkan estimasi kenaikan EBITDA karena ekspansi kapasitas, volume penjualan produk yang lebih tinggi dan harga crude palm oil yang lebih baik,” tulis tim yang dikutip pada Senin (11/5).
Selain itu, TBLA mendapatkan manfaat dari diversifikasi ke bisnis gula dan juga integrasi vertikal karena perusahaan memiliki kapasitas pengolahan dan penyulingan hilir minyak sawit yang substansial.
Baca Juga
Dengan begitu, perseroan memiliki rantai bisnis dari perkebunan hingga penyulingan gula di industri gula. Namun, modal kerjanya volatil dan belanja modal seringkali lebih tinggi dari ekspektasi. Hal ini mendorong risiko atas deleveraging yang terefleksi pada Outlook Negatif.
“Kami mengharapkan yield akan membaik pada 2020 karena kondisi cuaca yang lebih baik, didukung oleh profil usia kebun dengan 80 persen dari total area tertanam termasuk ke dalam usia muda dan matang,” tulis riset.
Namun, Fitch mengasumsikan yield akan tetap berada di bawah level yang dicapai di 2018 sebesar 21,7 ton per hektar kebun matang karena keuntungan dari curah hujan yang lebih tinggi akan diraih secara bertahap.