Bisnis.com, JAKARTA – Setelah menerbitkan obligasi global senilai US$600 juta atau setara sekitar Rp9 triliun, PT Hutama Karya (Persero) menyatakan terus menyiapkan opsi pendanaan lain untuk memenuhi kebutuhan belanja modal.
Kontraktor pelat merah itu baru saja menerbitkan instrumen obligasi global dalam mata uang dolar AS atau global bonds senilai US$600 juta atau setara Rp9 triliun (Kurs Rp 15.000 per dolar AS) pada Senin (4/5/2020).
Obligasi global itu diterbitkan dengan tenor 10 tahun dan kupon 3,75 persen per tahun. Obligasi ini merupakan bagian dari program global medium term notes (GMTN) senilai US$1,5 miliar.
Dalam penerbitan ini, perseroan bekerja sama dengan PT Mandiri Sekuritas, MUFG Bank, Citibank N.A., HSBC, dan Deutsche Bank sebagai joint lead arranger (JLA).
Direktur Utama Hutama Karya Bintang Perbowo menyatakan penerbitan pertama sengaja dilakukan pada besaran US$600 juta untuk menyesuaikan dengan kebutuhan perseroan hingga akhir tahun ini.
“Kami totalnya memang US$1,5 miliar, tapi yang pertama ini US$600 juta dulu, semua itu kami memperhitungkan rasio-rasio keuangan perusahaan, sehingga kita tidak terjebak kepada besarnya kewajiban di depan,” katanya melalui konferensi video, Selasa (5/5/2020).
Baca Juga
Perseroan memutuskan untuk idak mengambil seluruh pendanaan dari program GMTN pada tahun ini karena perkiraan belanja modal pada tahun ini hanya mencapai Rp24 triliun. Perseroan juga masih memiliki opsi pendanaan lainnya dari pinjaman sindikasi perbankan dan penyertaan modal negara (PMN).
Dengan demikian, perseroan memutuskan untuk tidak mengambil seluruh dana dari plafon surat utang tersebut dalam satu kali penerbitan. Menurutnya, jika tidak terserap seluruhnya oleh belanja modal tahun ini maka dana yang ditarik hanya akan menjadi beban untuk perusahaan.
“Kalau kami tidak siap, kami masuk US$1,5 miliar itu langsung dibukukan sebagai utang semua, belanja modal kalau tidak bisa serap kan akan balik ke kita sendiri,” katanya.
Dia menjelaskan penarikan dana tersebut akan seluruhnya digunakan untuk menyelesaikan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) untuk ruas Binjai-Langsa, Bukit Tinggi-Padang, Pekanbaru-Bukit Tinggi, Indralaya-Muara Enim, Lubuk Linggau-Bengkulu dan ruas Sigli-Banda Aceh.
Secara total belanja modal yang dibutuhkan untuk pembangunan proyek tersebut mencapai sekitar Rp280 triliun. Perseroan masih berencana mencari sumber pendanaan lain dengan tenor lebih panjang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dia menambahkan posisi debt to equity ratio (DER) perseroan saat ini berada di kisaran 0,4 kali. Dengan demikian, perseroan percaya diri masih memiliki ruang cukup besar untuk menumpuk utang tambahan.
PETA TRANS SUMATERA
Wakil Direktur Utama Hutama Karya Aloysius Kiik Rio menambahkan sisa plafon obligasi akan diterbitkan pada awal tahun depan. Hal ini akan disesuaikan dengan daya serap belanja modal serta pendanaan tambahan lain di luar obligasi selama 1—3 tahun ke depan.
“Hasi perhitungan kami, US$1,5 miliar itu bisa sampai awal tahun depan, membangun infrastruktur kan tidak sama dengan pabrik, prosesnya terkait pembebasan lahan, ke pengadilan, dan lain-lain. Kami harus mencegah negative carry,” jelasnya.
Dia menjelaskan perseroan juga masih terus mengkaji sejumlah opsi tambahan pendanaan lain dengan tenor lebih panjang. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan jangka waktu pendanaan dan investasi yang dibutukan oleh perseroan.
Menurutnya tenor 10 tahun yang didapatkan dari penerbitan saat ini masih cukup pendek untuk bisnis infrastruktur. Ke depannya, perseroan akan menjajal peluang penggalangan dana dengan tenggat waktu pembayaran hingga 30—50 tahun.
“Naik pelan-pelan jadi 15 tahun, sampai 50 tahun, sesuai dengan sifat infrastruktur yang kebutuhan dananya besar di depan dan jangka panjang baru kembali. Kami mencegah missmatching dalam tenor pembiayaan,” katanya.
Di luar pendanaan, perseroan tahun ini menargetkan pendapatan dan laba dapat tumbuh sekitar 20 persen terhadap perolehan pada 2019. Perseroan juga menargetkan perolehan kontrak baru bisa tumbuh 83,09 persen dan earning before interest, tax, depreciation, and amortization (EBITDA) 48,43 terhadap perolehan pada tahun lalu.
Ruas Tol Pekanbaru - Dumai
Sementara itu, Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas Danif Danusaputro menyampaikan bahwa penerbitan GMTN oleh Hutama Karya menunjukkan bahwa kepercayaan investor asing kepada korporasi di Indonesia, khususnya terhadap perusahaan pelat merah, masih tinggi.
Menurutnya dengan posisi oversubscribed hingga 5,8 kali, penerbitan surat utang ini dianggap cukup sukses. Pasalnya, hal ini dapat dilakukan ditengah pandemi Covid-19 yang menjadi tantangan berat bagi pasar finansial, baik saham maupun obligasi domestik.
Dia juga menjelaskan, kepercayaan investor dapat dilihat dari distribusinya yang sebanyak 42 persen diserap oleh investor Asia, investor Eropa, Timur Tengah, dan Afrika 30 persen, serta investor Amerika 28 persen. Tipe investor yang membeli obligasi ini juga dinilai termasuk dalam kategori high quality investor.
“Banyak enquiry dari investor asing yang benar-benar menunjukkan bahwa issuance dari indonesia, dalam hal ini BUMN, masih sangat dipercaya investor asing, dan kita tahu kondisi market yang cukup volatile,” jelasnya.
Tol ruas Terbanggi Besar - Pematang Panggang - Kayuagung (Terpeka)
Sebelumnya, lembaga pemeringkat internasional Moody's Investors Service untuk pertama kalinya memberikan peringkat Baa2 kepada PT Hutama Karya (Persero) untuk program global medium term note (GMTN).
Moody’s juga memberikan peringkat Baa2 untuk obligasi global Hutama Karya yang dijaminkan oleh pemerintah Indonesia atau guaranteed bond dengan mata uang dolar AS di bawah program GMTN senilai US$1,5 miliar.
Penerbitan rating untuk program GMTN dan obligasi itu sendiri dianggap sejalan dengan rating pemerintah Indonesia yakni Baa2 dengan outlook stabil. Artinya, baik program dan obligasi itu sendiri disebutkan akan diuntungkan karena jaminan dari pemerintah Indonesia.
Peringkat untuk obligasi yang akan diterbitkan itu diberikan setelah Moody’s turt menyematkan peringkat Baa3 untuk Long-Term Foreign-Currency Issuer Rating dengan menetapkan prospek stabil kepada Hutama Karya.
Sebagai penerbit obligasi yang berelasi dengan pemerintah (government-related issuer), peringkat yang itu merupakan gabungan dari baseline credit assessment (BCA) dan four-notch uplift.
Sebelumnya, lembaga pemeringkat internasional lainnya, Fitch Ratings turut menyematkan peringkat BBB- untuk Long Term Foreign-Currency Issuer Rating dan AA+(in) untuk National Long Term Rating kepada Hutama Karya dengan outlook stabil.