Bisnis.com,JAKARTA— Indeks harga saham gabungan mampu menguat 5,6 persen dalam sebulan terakhir di tengah keraguan yang masih melanda para investor akibat penyebaran virus corona atau Covid-19
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup menguat 3,26 persen ke level 4.716,403 pada akhir perdagangan, Kamis (30/4/2020). Total nilai transaksi di pasar reguler, tunai, dan negosiasi kembali bangkit dengan menyentuh level Rp10,18 triliun hingga penutupan perdagangan.
Sepanjang sesi perdagangan terakhirnya pada April 2020, 258 saham menguat, 136 terkoreksi, dan 146 stagnan. Investor asing memborong saham di pasar domestik dengan catatan net buy atau beli bersih Rp431,65 miliar.
Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi saham paling diincar pada sesi perdagangan, Kamis (30/4/2020). Total net buy asing senilai Rp280,4 miliar membawa pergerakan harga perbankan swasta itu menguat Rp1.600 ke level Rp25.850.
Dua emiten berkapitalisasi jumbo lainnya mengekor BBCA di urutan kedua dan ketiga. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) masing-masing mencetak net buy investor asing Rp187,8 miliar dan Rp130,5 miliar.
IHSG memang masih tercatat mengalami koreksi 25,13 persen secara year to date (ytd) hingga penutupan, Kamis (30/4/2020). Akan tetapi, IHSG mampu menguat 5,61 persen dalam sebulan terakhir.
Baca Juga
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio mengatakan kemarin Federal Reserve atau The Fed masih mempertahankan suku bunga. Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut masih akan aktif memberikan stimulus untuk mendorong perekonomian.
“Hal ini disambut dengan baik oleh pelaku pasar, tetapi hal yang menjadi major news adalah uji tes obat Remdesivir dari perusahaan farmasi AS, Gilead, yang mencatatkan hasil yang positif,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (30/4/2020).
Uji coba itu, lanjut dia, memberikan optimisme pasar bahwa obat untuk Covid-19 segera ditemukan. Dengan demikian, ekonomi akan berangsur-angsur menjadi normal kembali.
Di sisi lain, Frankie menyebut data laporan keuangan kuartal I/2020 sejumlah emiten memang mencatatkan penurunan laba. Namun, besarannya tidak terlalu besar.
Kondisi itu menurutnya turut menopang indeks. Pasalnya, pelaku pasar mulai melakukan bargain hunting terhadap saham-saham berfundamental baik yang sudah terdiskon cukup jauh.
Pada Mei 2020, dia menyarankan agar investor tetap berhati-hati. Hal itu sejalan dengan hasil uji test obat Remdesivir masih belum mencapai tahap akhir.
“Kalau terjadi hasil tes yang tidak baik tentunya masih bisa menyebabkan penurunan akan indeks dan juga performa perusahaan diperkirakan akan menurun lebih banyak di kuartal II/2020 ini sehingga investor juga harus lebih selektif terhadap saham yang dipilih,” paparnya.
Senior Vice President Research PT Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menjelaskan bahwa ada sentimen dari dalam negeri belum mampu menahan laju asing. Pasalnya, net sell selama bulan April 2020 menurutnya mencapai Rp17 triliun.
“Sentimen lebih di-driven oleh risk appetite asing. Namun, sepertinya risk appetite asing menjelang akhir April 2020 sudah bagus kembali ketika obat yang dikembangkan oleh Gilead Sciences mampu menghambat infeksi Covid-19,” paparnya.
Untuk Mei 2020, Janson memproyeksikan tantangan yang dihadapi oleh IHSG akan berat. Pasalnya, kondisi keuangan kuartal II/2020 tidak akan sebaik kuartal I/2020.
“Jadi sepertinya Mei coba support di 4.100–4.200. Jadi, semua tergantung kepada seberapa ampuhnya Remdesivir terapi untuk mencegah infeksi Covid-19 lebih lanjut serta mulai melandainya jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia,” jelasnya.