Bisnis.com ,JAKARTA — Biaya dana atau cost of fund surat utang korporasi Indonesia berada dalam tren kenaikan sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian yang ditimbulkan oleh penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19.
Berdasarkan data Bloomberg yang dihimpun oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), imbal hasil atau yield untuk surat utang korporasi dengan peringkat AAA bertenor 9 tahun-10 tahun berada di kisaran 9,475 persen s.d 9,581 persen.
Selanjutnya, untuk surat utang berperingkat AA dengan tenor yang sama memiliki kisaran yield 10,064 persen s.d 10,206 persen. Adapun, surat utang dengan peringkat A bertenor 9 tahun-10 tahun memiliki kisaran yield 11,547 persen s.d 11,553 persen. Untuk surat utang berperingkat BBB, kisaran imbal hasil pekan lalu berada di level 14,266 persen s.d 14,281 persen.
Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana menyebut ada indikasi biaya dana surat utang negara (SUN) maupun surat utang korporasi sedang dalam tren meningkat. Peningkatan yield menurutnya tersengat kenaikan imbal hasil SUN antar tenor yang meningkat serta kenaikan spread atau selisih antara SUN dan surat utang korporasi setiap peringkat.
Fikri menyebut tren biaya dana surat utang korporasi akan sangat bergantung terhadap penanggulangan pandemi Covid-19. Dari sisi fundamental, seharusnya biaya dana mengalami penurunan karena suku bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) sudah dua kali turun pada 2020.
“Tetapi perilaku investor baik domestik maupun asing masih wait and see serta berperilaku risk averse sehingga risk premi, sebagai bagian yield, masih berada dalam nilai yang tinggi sehingga nilainya berseberangan dengan pergerakan BI7DDR,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (21/4/2020).
Baca Juga
Sebagai gambaran, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) baru saja mengumumkan akan menerbitkan dan menawarkan Obligasi Berkelanjutan III PLN Tahap VII Tahun 2020 dengan jumlah pokok Rp1,73 triliun. Surat utang itu terbagi atas empat seri dengan tenor 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun, dan 10 tahun.
Dengan peringkat AAA dari Pefindo, Obligasi Berkelanjutan III PLN Tahap VII Tahun 2020 Seri D bertenor 10 tahun memiliki kupon 9,10 persen. Nilai kupon itu lebih besar dari Obligasi Berkelanjutan III PLN Tahap VI Seri E bertenor 20 tahun.
Korporasi setrum milik negara itu menerbitkan Obligasi Berkelanjutan III PLN Tahap VI Seri E pada 18 Februari 2020. Saat itu, seri tersebut dibanderol dengan kupon 9,05 persen.
Head of Research & Market Information Department Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Roby Rushandie menjelaskan bahwa terjadi kenaikan biaya untuk seluruh tenor dan peringkat obligasi korporasi. Hal itu mengacu kepada tren yield wajar PHEI untuk obligasi korporasi dari Januari 2020—April 2020.
“Tetapi kalau dilihat tren dalam jangka yang lebih panjang yakni dari 2013, kondisi yield tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan 2018 dan 2015,” paparnya.
Dia mengatakan pada awal tahun ini, sebelum adanya pandemi Covid-19, yield wajar obligasi korporasi Indonesia sempat berada di posisi terendah sejak 2013. Oleh karena itu, pihaknya menilai surat utang masih bisa menjadi alternatif korporasi saat kondisi saat ini karena lebih fleksibel dibandingkan dengan kredit perbankan.
“Meskipun begitu korporasi hanya untuk kebutuhan mendesak misal refinancing yang akan mau menerbitkan obligasi,” tuturnya.
Sebelumnya, Pefindo melaporkan total mandat pemeringkatan surat utang korporasi yang belum terealisasi menjadi surat utang senilai Rp71,08 triliun per 31 Maret 2020. Adapun, total rencana nilai emisi itu berasal dari 59 perusahaan.
Dari total mandat yang masih dipegang Pefindo, sektor pembiayaan mendominasi sebanyak 11 perusahaan dengan total rencana nilai penerbitan Rp15,7 triliun. Berdasarkan jenisnya, penawaran umum berkelanjutan baru mendominasi senilai Rp31,87 triliun.
Data Pefindo menunjukkan mayoritas mandat yang dipegang saat ini berasal dari perusahaan non badan usaha milik negara (BUMN) sebanyak 40 perusahaan. Adapun, mandat yang dipegang dari BUMN dan anak usaha sebanyak 19 perusahaan.
Di lain pihak, Eddy Handali, Direktur Pemeringkatan PT Fitch Ratings Indonesia menilai secara umum appetite investor untuk berinvestasi di obligasi korporasi terpengaruh oleh peningkatan risiko. Menurutnya, banyak perusahaan menunda atau mengurangi target penerbitan obligasi karena investor akan meminta tingkat return yang lebih tinggi.
“Investor akan meminta tingkat return yang lebih tinggi untuk mengimbangi kenaikan resiko investasi,” jelasnya.
Yield SUN Meningkat
Berdasarkan data laman resmi asianbondsonline.adb.org, imbal hasil SUN tenor 10 tahun Indonesia menguat signifikan. Tercatat, yield SUN tenor 10 tahun Indonesia berada di level 7,78 persen sampai dengan penutupan perdagangan, Senin (20/4/2020).
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai yield SUN tenor 10 tahun Indonesia terbilang menarik bagi para investor. Menurutnya, saat ini banyak investor domestik yang mulai masuk untuk mencari yield tinggi dengan tenor jangka panjang.
“Yield Indonesia sudah menarik dan stimulus terus digelontorkan untuk menjaga pasar. Saya yakin pasar akan terus menguat ke depan,” jelasnya.
Ramdhan mengatakan saat ini belum banyak investor asing yang masuk ke surat utang Indonesia. Hal itu tercermin dari permintaan terhadap obligasi Indonesia bertenor pendek yang masih rendah.