Bisnis.com, JAKARTA - Saham-saham emiten minyak kompak parkir di zona merah seiring dengan anjloknya harga minyak ke bawah level US$15 per barel.
Pada penutupan perdagangan Senin (20/4/2020), semua saham emiten minyak terkapar di zona merah dengan pelemahan dipimpin oleh PT Apexindo Pratama Duta Tbk. (APEX) yang terkoreksi hingga 6,47 persen ke level Rp130.
Kemudian, diikuti oleh saham PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) yang turun 1,96 persen ke level Rp50, saham PT Medco Energi International Tbk. (MEDC) yang melemah 1,79 persen ke level Rp438, dan saham PT Surya Esa Perkasa Tbk. (ESSA) yang turun 1,44 persen ke level Rp137.
Pelemahan pun dialami oleh saham PT Radiant Utama Interinsco Tbk. (RUIS) yang melemah 1,1 persen ke level Rp180, saham PT Elnusa Tbk. (ELSA) yang terkoreksi 1,02 persen ke level Rp194, dan saham PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) yang turun 0,8 persen ke level Rp1.865.
Untuk diketahui, dalam perdagangan yang sama hingga pukul 16.41 WIB harga minyak jenis WTI untuk kontrak Mei 2020 di bursa Nymex terjun bebas ke level US$14,02 per barel, terkoreksi hingga 22,99 persen. Harga itu pun merupakan rekor terendah sejak 1999.
Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak Juni 2020 di bursa ICE bergerak melemah 3,92 persen ke level US$26,98 per barel.
Baca Juga
Sepanjang tahun berjalan 2020, harga minyak pun telah bergerak melemah hingga lebih dari 75 persen.
Mengutip Bloomberg, penurunan tajam terhadap harga minyak itu disebabkan oleh banjirnya pasokan minyak di dunia, terutama di AS.
Menurut data Energy Information Administration (EIA), Stok minyak mentah di Cushing, Oklahoma - pusat penyimpanan utama AS - telah melonjak 48 persen menjadi hampir 55 juta barel sejak akhir Februari. Adapun, lokasi tersebut memiliki kapasitas penyimpanan kerja sebesar 76 juta barel per 30 September.
Pada pekan lalu, cadangan minyak mentah AS berada di level 19.248 juta barel, lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 11.676 juta barel. Akibatnya, pasar pun khawatir kilang penyimpanan AS tidak akan cukup untuk menampung banjirnya cadangan minyak itu.
Di sisi lain, Resource Analyst Fat Prophets Australia, David Lennox mengatakan penurunan produksi oleh para produsen minyak dunia belum mampu menutup penurunan permintaan yang terjadi akibat pandemi Covid-19.
Menurutnya, masa puncak pandemi harus terlihat dengan jelas sehingga bisa dihitung potensi penurunan permintaan yang terjadi.
“Penurunan produksi yang kami lihat atau akan terjadi tak cukup untuk menutup 25 juta hingga 30 juta barel per hari permintaan yang berkurang akibat Covid-19,” katanya.
Vice President Macro Oils Wood Mackenzie, Ann-Louise Hittle mengatakan penurunan permintaan minyak global paling ekstrem akan terjadi pada April dengan penurunan lebih dari 15 juta barel per hari. Hal itu, sejalan dengan penyebaran Covid-19 yang menyentuh masa puncaknya.
“Lalu mulai mereda secara perlahan pada beberapa bulan berikutnya. Kami memprakirakan permintaan minyak dunia turun lebih dari 8 juta barel per hari secara tahunan pada kuartal II/2020,” ujarnya.