Bisnis.com, JAKARTA – PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex optimistis masih mampu membukukan pertumbuhan penjualan 6 persen hingga 8 persen pada 2020.
Corporate Communication Sri Rejeki Isman Joy Citradewi menjelaskan bahwa saat ini perseroan tengah tanggap cepat dalam memproduksi kebutuhan dalam negeri berupa alat pelindung diri (APD) dan masker. Menurutnya, keadaan sangat darurat sehingga emiten berkode saham SRIL itu berusaha untuk memenuhi kebutuhan dengan produk perseroan.
Di tengah kondisi yang menantang akibat penyebaran COVID-19, Joy menyatakan perseroan masih optimistis dengan kinerja keuangan periode 2020. SRIL meyakini akan mampu membukukan pertumbuhan penjualan pada tahun ini.
“Untuk tahun ini kami targetkan 6 persen hingga 8 persen growth [sales]. Kami akan pantau terus bagaiman dengan kondisi ke depannya,” jelasnya kepada Bisnis.com, Senin (30/3/2020) malam.
Berdasarkan laporan keuangan tahunan 2019, Sri Rezeki Isman melaporkan penjualan US$1,18 miliar pada 2019. Realisasi itu tumbuh 14,30 persen dari US$1,03 miliar periode 2018.
Kontribusi penjualan terbesar berasal dari ekspor senilai US$704,88 juta pada 2019. Kawasan Asia menjadi tujuan utama pengapalan perseroan dengan porsi US$411,27 juta.
Baca Juga
Kendati demikian, terjadi pertumbuhan signifikan untuk penjualan ke pasar Amerika Serikat dan Amerika Latin. Ekspor ke Benua Amerika tercatat tumbuh 63,42 persen secara tahunan menjadi US$110,83 juta.
Adapun, SRIL mengantongi penjualan domestik senilai US$476,94 juta pada 2019. Pencapaian itu naik 16,25 persen dibandingkan dengan US$410,27 juta pada periode 2018.
Dalam laporan keuangan tahunan 2019, perseroan mencatatakan kerugian persediaan senilai US$32,41 juta akibat musibah kebakaran Gudang Kapas Sritex 2 pada 27 September 2019. Selain itu, tercatat perseroan juga mengalami kerugian aset tetap US$1,94 juta dalam peristiwa tersebut.
Kendati demikian, perseroan mencatatkan pendapatan operasi lainnya yang umumnya berasal dari penjualan barang bekas dan klaim kerugian dari musibah kebakaran Gudang Kapas Sritex 2. Total yang nilai yang dikantongi perseroan dari pos itu senilai US$38,21 juta.
Dengan demikian, SRIL mengantongi laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk senilai US$87,65 juta pada 2019. Realisasi itu tumbuh 3,67 persen dibandingkand engan US$84,55 juta periode 2018.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, realisasi pertumbuhan laba bersih SRIL melambat dibandingkan dengan dua periode sebelumnya, Pasalnya, perseroan mampu membukukan pertumbuhan laba bersih secara tahunan sebesar 14,60 persen pada 2017 dan 24,28 persen pada 2018.
Secara terpisah, Nugroho Rahmat Fitriyanto, Equity Analyst Artha Sekuritas menjelaskan bahwa seluruh pemain tekstil akan terpukul oleh pelemahan rupiah. Pasalnya, komoditas kapas yang digunakan masih mengandalkan impor.
Dengan demikian, pelemahan rupiah diprediksi akan menyebabkan penurunan margin kotor. Biasanya, para produsen akan melakukan efisiensi di komponen biaya lainnya.
Untuk SRIL, Nugroho menyebut kapas memiliki kontribusi 30 persen dari total biaya material. Sementara itu, cost structure perseroan sekitar 50 persen menggunakan dolar Amerika Serikat.
“Sedangkan dari revenue, SRIL sejak 2019 terus memperbesar porsi ekspor yang saat ini lebih dari 50 persen proporsinya. Disini saya melihat ada natural hedging sehingga dampak pelemahan rupiah seharusnya dapat diminimalisasi,” paparnya kepada Bisnis.com.
Terkait dengan produksi masker yang dilakukan perseroan, dia mengatakan belum mendapatkan informasi detail dari perseroan. Namun, langkah itu menurutnya dapat menjadi tambahan pendapatan bagi SRIL dari pasar domestik.
“Meskipun kontribusinya terhadap total pendapatan saya estimasi tidak akan terlalu signifikan,” imbuhnya.