Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berpotensi terus mengalami penurunan hingga ke level US$18 per barel seiring memanasnya tarif harga antara Rusia, Arab Saudi, bahkan Iran.
Berdasarkan data Bloomberg, harga kontrak minyak mentah di bursa NYMEX pada Mei 2020 terkoreksi 11,06 persen menjadi US$22,43 per barel. Harga itu menjadi yang terendah sejak 2003. Sementara kontrak di bursa ICE melorot 5,23 persen atau 1,49 poin ke level US$26,98 per barel.
Sebagai informasi, nilai kontrak serendah itu terakhir kali terjadi ketika sindrom pernapasan akut, atau pandemi SARS yang menghantam sebagian besar Asia 17 tahun lalu.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menilai harga minyak mentah masih berpotensi untuk terus terkoreksi. “Pada pagi ini saja minyak mentah tutup di level US$19,51 per barrel, menurut saya bisa jadi minyak mentah akan turun ke level US$18 per barel,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (21/3/2020).
Di satu sisi, lanjutnya, pemerintah Indonesia akan diuntungkan karena terdapat potensi defisit neraca minyak bakal menguap. Akan tetapi, di sisi lain kelebihan dana itu seharusnya digunakan untuk menanggulangi virus corona yang berpotensi mengganjal fundamental pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, tim analis Valbury Asia Futures memperkirakan level support minyak mentah dunia berada di kisaran US$21,20 per barel sampai dengan US$15,13 per barel. Adapun level resistance berada di kisaran US$33,34 per barel sampai dengan US$27,27 per barel.
Padahal pada awal tahun, harga minyak mentah dunia sempat menyentuh level tertinggi US$65,63 per barel hingga kemudian terus melorot ke US$20 per barel.
Dilansir dari Bloomberg, analis Goldman Sachs Group Inc. Damien Courvalin mengatakan kemungkinan harga minyak mentah dunia akan terus jatuh hingga salah satu produsen berhenti memproduksi.
Di sisi lain, terjadi penurunan permintaan bahan bakar minyak seperti berkurangnya permintaan avtur untuk pesawat dan beberapa pabrik juga sudah tutup sehingga permintaan diesel turun.
Amrita Sen, Chief Oil Analyst at Consultant Energy Aspects Ltd. mengatakan beberapa pihak menyebut harga minyak sudah sangat rendah. Namun, menurutnya itu tidak tepat karena yang dialami pasar saat ini tidak pernah terjadi sebelumnya sama sekali.
Dia menambahkan, satu-satunya pasar yang terbuka lebar adalah China karena konsumsi telah berjalan normal. Setelah sebelumnya terkoreksi hampir 20 persen pada Januari ketika Beijing di lockdown akibat virus.