Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan kebijakan baru auto rejection bawah (ARB) sebesar 7 persen terhitung mulai perdagangan, Jumat (13/3/2020).Kebijakan itu merupakan perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjaga pasar saham tetap kondusif.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menerapkan asimetris auto rejection terhitung mulai, Selasa (10/3/2020). Kebijakan itu menyusul tergerusnya indeks harga saham gabungan (IHSG) hingga 6,58 persen pada sesi, Senin (9/3/2020).
Dalam kebijakan itu, harga saham hanya bisa turun 10 persen dalam satu hari. Artinya, bila terjadi penurunan menyentuh 10 persen, akan terkena ARB. Namun, Kamis (12/3/2020), IHSG terkoreksi 5,01 persen ke level 4.895,748 pada pukul 15:33 WIB. Secara otomatis, perdagangan saham pun mengalami suspensi.
Pada Kamis (12/3/2020), BEI kembali mengeluarkan kebijakan baru. Aturan ARB pun diubah kembali menjadi 7 persen terhitung mulai perdagangan, Jumat (13/3/2020). Selain pengaturan batas auto rejection, dalam surat bernomor S-281/PM.21/2020, OJK juga meminta BEI untuk meniadakan saham yang dapat diperdagangkan pada sesi pra pembukaan di Bursa Efek.
“Berkenaan dengan perkembangan kondisi pasar modal global maupun pasar modal yang sedang mengalami tekanan yang dipengaruhi penetapan virus corona sebagai pandemik, perlu diambil langkah untuk mengurangi tekanan kepada pasar modal Indonesia,” tulis Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan Yunita Linda Sari dalam surat OJK kepada BEI, Kamis (12/3/2020).
Di sisi lain, BEI juga mengeluarkan pengaturan terkait saham-saham debutan. Ketentuan auto rejection untuk perdagangan saham hasil Penawaran Umum yang pertama kali diperdagangkan di Bursa diubah dari dua kali dari persentase batasan auto rejection menjadi satu kali.
Baca Juga
Di lain pihak, Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia meyakini penurunan batas ARB akan menjadi penahan penurunan lebih lanjut indeks harga saham gabungan dalam jangka pendek.Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Octavianus Budiyanto menjelaskan koreksi yang dialami IHSG pada sesi, Kamis (12/3/2020), tidak dapat dilepaskan dari kondisi global. Penyebaran virus corona menurutnya masih menjadi isu utama.
Selain itu, Octavianus menyebut rontoknya bursa Thailand hingga 10 persen hingga menyebabkan trading halt juga turut berimbas kepada pasar modal Indonesia. Kepanikan investor terhadap negara emerging market membuat IHSG juga turut terkoreksi hingga 5 persen dan terjadi suspensi perdagangan saham.
Untuk mengantisipasi pelemahan lebih dalam, penurunan batas ARB dari 10 persen menjadi 7 persen memang. Langkah itu diharapkan cukup meredam fluktuasi dan koreksi lebih dalam dalam jangka pendek.
“Lewat ARB yang diturunkan ruang koreksi saham ditekan sehingga perdagangan tetap dapat berjalan,” jelasnya kepada Bisnis.