Bisnis.com,JAKARTA - Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memberikan relaksasi aturan pembelian kembali saham atau buyback diyakini akan menjadi katalis positif bagi pasar saham domestik.
Relaksasi tersebut tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 3/SEOJK.04/2020 tanggal 9 Maret 2020. Beleid ini mengatur tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan Dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.
Dalam surat itu buyback saham dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Selain itu, jumlah saham yang dibeli kembali dapat lebih dari 10 persen dari modal disetor dan paling banyak 20 persen dari modal disetor. Adapun, ketentuan paling sedikit saham beredar yakni 7,3 persen dari modal disetor.
Melalui keterangan resmi, Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan kebijakan itu merupakan bentuk stimulus perekonomian untuk mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Relaksasi diberikan setelah OJK mencermati kondisi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terus mengalami tekanan sejak awal 2020 sampai dengan 9 Maret 2020.
Secara terpisah, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menilai pelonggaran aturan buyback dapat membantu pasar modal domestik. Relaksasi itu menurutnya juga dapat menahan penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG).
Lebih lanjut, Frankie memproyeksikan buyback akan meningkatkan permintaan terhadap saham BUMN, baik sisi trader maupun investor. “Dengan bertambahnya demand, tentunya harga juga akan terjaga,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Senin (9/3/2020).
Komitmen buyback, lanjut Frankie akan membuat sentimen pasar akan semakin baik. Langkah itu diharapkan meredakan aksi panik jual yang saat ini terjadi di pasar saham.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai relaksasi yang diberikan OJK terkait persyaratan buyback saham hanya akan bertahan sementara. Pasalnya di tengah kondisi yang berat, emiten juga tidak bisa mengalokasikan dana yang besar untuk melakukan aksi buyback.
“Saya pesimis itu bisa menolong meskipun banyak pelaku yang menginginkan. Aksi ini lebih untuk meredam penurunan IHSG daripada mendongkrak ke potensi uptrend,” katanya kepada Bisnis, pada Senin (9/3/2020).
Dia pun memperkirakan IHSG pada Selasa (10/3/2020) akan bergerak ke area support terdekat yakni 5.000 dengan level resistance 5.300. William merekomendasikan supaya investor menjauhi emiten-emiten sektor perbankan dan pertambangan untuk sementara waktu.
Sementara itu, Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi menjelaskan bahwa beberapa perusahaan tengah mengkaji rencana untuk melakukan buyback saham di tengah koreksi yang terjadi saat ini. Opsi itu menjadi sinyal positif untuk menjaga harga saham emiten.
“Secara fundamental tidak ada yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan dari sisi domestik karena hingga saat ini suspect corona di Indonesia jumlahnya terbatas dan pemerintah sudah melakukan langkah-langkah antisipasi untuk menjaga sisi pasokan dan permintaan terhadap kebutuhan bahan pokok, sehingga inflasi dapat tetap terjaga,” jelasnya melalui siaran pers, Senin (9/3/2020).
Seperti diketahui, IHSG kembali harus bergerak di teritori negatif pada sesi, Senin (9/3/2020). Indeks mengawali pekan ini dengan tersungkur 361,731 poin atau 6,58 persen ke level 5.136,809 saat sesi penutupan.
Pada sesi Senin (9/3/2020), seluruh sektor saham kompak mengalami koreksi. Pelemahan paling dalam dialami oleh sektor saham aneka industri sebesar 9,42 persen.
Koreksi cukup dalam juga dialami sektor saham pertanian sebesar 7,91 persen, kemudian sektor saham infrastruktur dan manufaktur menyusul dengan pelemahan masing-masing 7,09 persen serta 7,31 persen.