Bisnis.com,JAKARTA— Harga minyak mentah yang kian mendingin dinilai tidak menyurutkan prospek saham emiten migas seperti PT Elnusa Tbk. dan PT Medco Energi Internasional Tbk.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji meyakini harga minyak masih akan kembali stabil. Optimisme itu sejalan dengan komitmen OPEC serta perkembangan vaksin Covid-19 yang semakin jelas.
“Seyogyanya harga minyak mentah akan kembali ke US$49 per barel,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (8/3/2020).
Seperti diketahui, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April 2020 turun 10,07 persen atau US$4,62 menjadi US$41,28 per barel pada penutupan perdagangan, Jumat (6/3/2020). WTI sempat tersungkur menyentuh level US$41,05 per barel atau terendah sejak April 2016.
Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 terkoreksi 9,44 persen atau US$4,72 ke level US$45,27 per barel. Harga minyak Brent sempat menyentuh US$45,19 per barel atau terendah sejak Juli 2017.
Di tengah kondisi itu, Nafan masih merekomendasikan saham Elnusa dan Medco Energi Internasional. Keduanya dinilai masih memiliki prospek dari perspektif teknikal maupun bisnis perseroan.
Baca Juga
Dari sisi teknikal, dia menjelaskan bahwa pergerakan saham Elnusa masih bertahan di atas garis bawah dari bollinger dan terlihat pola bullish dragonfly doji star candle. Hal itu mengindikasikan adanya potensi stimulus beli.
Dia menyarankan akumulasi beli saham emiten berkode ELSA itu di kisaran level Rp222—Rp232. Target harga secara bertahap di level Rp270, Rp294, Rp312, dan Rp388.
Selanjutnya, saham Medco Energi Internasional juga mengindikasikan adanya potensi stimulus beli. Dia merekomendasikan emiten berkode saham MEDC itu akumulasi beli pada rentang harga Rp650—Rp670 dengan target harga secara bertahap di Rp685, Rp720, Rp755, Rp855, Rp1.020, dan Rp1.150.
Nafan menambahkan keduanya memiliki komitmen pengembangan eksplorasi bisnis yang baik. Efisiensi juga masih terus dilakukan perseroan.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April 2020 turun 10,07 persen atau US$4,62 menjadi US$41,28 per barel pada penutupan perdagangan, Jumat (6/3/2020). WTI sempat tersungkur menyentuh level US$41,05 per barel atau terendah sejak April 2016.
Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 terkoreksi 9,44 persen atau US$4,72 ke level US$45,27 per barel. Harga minyak Brent sempat menyentuh US$45,19 per barel atau terendah sejak Juli 2017.
DIUNTUNGKAN
Sementara itu, tren penurunan harga minyak mentah diyakini akan memberikan keuntungan bagi kinerja keuangan dan saham sejumlah emiten.
Senior Analyst RHB Sekuritas Michael W Setjoadi menilai penurunan harga minyak akan semakin memberatkan kinerja emiten di sektor komoditas khususnya batu bara. Pasalnya, akan terjadi pengalihan permintaan dari batu bara ke minyak bumi.
Namun, di sisi lain Michael berpendapat ada emiten yang mendapat benefit dari penurunan harga minyak, salah satunya PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Emiten berkode saham TPIA itu diprediksi akan mengantongi margin lebih tebal karena penurunan harga bahan baku.
Per September 2019, beban pokok pendapatan TPIA mencapai US$1.220,3 juta, turun 24,5 persen dibandingkan dengan pariode akhir September 2018. Penurunan beban pokok antara lain disumbang penurunan harga bahan baku.
Harga Naphtha turun menjadi rerata US$543/MT dari sebelumnya US$646/MT. Hal itu mencerminkan minyak mentah Brent yang terkontraksi menjadi US$65 per barel pada kuartal III/2019 atau lebih rendah US$73 per barel periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain TPIA, Michael juga melihat keuntungan akan dinikmati oleh PT Indo-Rama Synthetics Tbk. Emiten produsen polyester dan tekstil itu juga akan mengalami penurunan harga bahan baku.
Dalam laporan keuangan kuartal III/2019, emiten bersandi INDR itu melaporkan beban bahan baku yang digunakan senilai US$379,65 juta. Jumlah itu turun 12,37 persen dari US$433,29 juta per akhir September 2018.
“Petrokimia akan [merasakan] benefit seperti TPIA dan INDR karena raw material chemicals akan turun seiring dengan harga minyak,” jelasnya kepada Bisnis.com, Minggu (8/3/2020).
Michael menambahkan seharusnya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. akan mengalami dampak langsung dari penurunan harga minyak. Sayangnya, maskapai pelat merah itu masih terkena imbas negatif dari penyebaran virus corona yang menggerus jumlah penumpang secara signifikan.