Bisnis.com, JAKARTA – Ketakutan terhadap dampak wabah virus corona terus menyelimuti pasar saham di Asia dengan hampir seluruh indeks anjlok lebih dari 2 persen pada perdagangan hari ini, Jumat (28/2/2020).
Indeks MSCI Asia Pacific di luar Jepang anjlok 2,31 persen ke level 638,37 pada pukul 14.52 WIB. Sementara itu, indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang ditutup merosot masing-masing 3,65 persen dan 3,67 persen.
Di China, indeks Shanghai Composite dan CSI 300 masing-masing melemah 3,55 persen dan 2,49 persen, sedangkan indeks Hang Seng melemah 2,49 persen pada pukul 15.02 WIB. Adapun indeks FTSE Straits Time Singapura turun 1,53 persen.
Dilansir Bloomberg, laju penyebaran virus corona yang semakin cepat memicu aksi jual di pasar saham Asia. Sementara itu, Citigroup Inc. memangkas proyeksi pertumbuhan laba per saham emiten global menjadi nol persen untuk tahun 2020 karena virus corona menghambat pertumbuhan ekonomi.
Di pasar komoditas dan obligasi, harga minyak mentah WTI merosot di bawah US$46 per barel, sedangkan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan Australia bertenor 10 tahun mencapai rekor terendah baru.
Saham global berada di jalur untuk minggu terburuk sejak krisis 2008, turun lebih dari 10 persen dari level puncak bulan ini. Penurunan tersebut terjadi setelah California mengatakan mereka sedang memantau 8.400 orang yang pernah melakukan perjalanan ke Asia. Sementara itu, kasus yang dikonfirmasi di Korea Selatan mencapai 2.000 dan Jepang mulai meliburkan sekolah-sekolah.
"Pasar takut bahwa gangguan ini akan memukul PDB dan kemudian akan berdampak pada laba pada tahap tertentu," ungkap CEO Ecognosis Advisory Co., Andrew Freris, seperti dikutip Bloomberg.
"Satu-satunya hal yang dapat dilakukan bank sentral adalah memangkas suku bunga, dan memangkas suku bunga tidak akan melakukan apa pun untuk memulihkan gangguan pasokan di masing-masing negara,” lanjutnya.
Penurunan ekspektasi pertumbuhan global terus bergulir dan pasar uang saat ini memperkirakan tiga kali pemotongan suku bunga Federal Reserve tahun ini. Bank of America meramalkan bahwa ekonomi global akan mencatat tahun terlemah sejak krisis keuangan karena virus corona merusak permintaan di China dan sekitarnya.