Bisnis.com, JAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut tengah merancang aturan mengenai format penyampaian ringkasan informasi atau fund fact sheet produk reksa dana.
Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi (APRDI) pun mengusulkan supaya beleid tersebut mengatur manajer investasi harus menampilkan 5 saham dengan kepemilikan terbesar (top 5 holding) yang menjadi underlying asset produk reksa dana.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Presidium APRDI Prihatmo Hari Mulyanto, bahwa selama ini tidak ada aturan baku yang mewajibkan MI mengungkap saham-saham mana untuk ditampilkan di dalam fund fact sheet.
“Memang tidak ada aturan OJK atau asosiasi yang menyatakan yang harus disampaikan itu adalah 5 saham terbesar. Jadi ini menjadi pelintiran, saat yang disampaikan adalah saham yang ada di portofolio tapi porsinya kecil,” jelas Prihatmo di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Dirinya menjelaskan bahwa praktik yang berlaku umum di industri reksa dana secara internasional adalah manajer investasi menampilkan 5 besar saham yang menjadi aset dasar produk.
Walaupun presentasinya tidak dicantumkan, setidaknya investor meyakini bahwa 5 saham yang ditampilkan di dalam fund fact sheet memiliki porsi yang besar sehingga tidak menyebabkan misleading.
Baca Juga
Oleh karena itu, APRDI mengajukan supaya OJK memasukkan kewajiban penyampaian top 5 holding ke dalam aturan ringkasan informasi produk reksa dana yang saat ini sudah masuk tahap finalisasi.
“Ini sedang dirancang, OJK sedang merancang format penyampaian ringkasan informasi produk. Kalau POJK sudah keluar, kalau ada yang melanggar ya akan menjadi pelanggaran lagi,” imbuh Prihatmo.
Adapun, sebanyak 6 reksa dana dari PT Minna Padi Aset Manajemen yang dibubarkan OJK karena menjanjikan return disebut-sebut memiliki banyak saham bervolatilitas tinggi di dalam portofolionya.
Walaupun saham-saham yang disampaikan lewat fund fact sheet merupakan lima saham dengan kapitalisasi besar, ternyata dari daftar yang beredar ternyata jumlah saham lapis kedua maupun lapis ketiga lebih banyak porsinya.
Dengan adanya praktik yang sebenarnya tidak salah namun membuat misleading di investor, APRDI pun lebih mendorong supaya OJK memasukkan hal-hal tersebut ke dalam bentuk peraturan.