Bisnis.com, JAKARTA-Polemik yang terjadi di industri pengelolaan investasi baru-baru ini menjadi pembelajaran yang berharga bagi seluruh stakeholders di industri pasar modal.
Tak hanya sebagai teguran untuk manajer investasi, tetapi juga menjadi pengingat supaya broker dan investor selalu awas serta para regulator senantiasa tegas.
Di tengah kondisi yang sulit untuk mendapatkan return dari investasi saham saat ini, beberapa fund manager malah mengambil langkah berlebihan dengan memberikan janji imbal hasil (fixed return) produk reksa dana kepada nasabahnya.
Lebih parah lagi, saham yang digunakan sebagai underlying asset-nya pun sebagian besar berasal dari saham-saham lapis kedua bahkan lapis ketiga yang memiliki volatilitas tinggi.
Seperti bom waktu, praktik yang melenceng ini terdengar juga sampai ke Otoritas Jasa Keuangan.
Setelah menemukan berbagai bukti, OJK mengambil langkah tegas. Tak tanggung-tanggung, otoritas langsung membubarkan produk reksa dana yang menjanjikan return.
Baca Juga
Sementara itu, produk reksa dana yang diisi dengan saham-saham bervolatilitas tinggi dibekukan sampai manajer investasi yang bersangkutan menyelesaikan masalah gagal pembelian beberapa efek saham ke perusahaan efek.
Dampaknya, performa pasar saham yang sudah tertekan sejak Oktober semakin turun. Per 10 Desember 2019, IHSG masih belum mampu keluar dari zona merah dengan pelemahan 0,18% secara year-to-date.
Direktur Utama Schroders Investment Managemen Michael Tjoajadi mengapresiasi langkah OJK tersebut. Pasalnya, hal ini dapat menjadi pembelajaran bagi investor institusi maupun ritel untuk memilih manajer investasi yang aman.
“Menurut saya apa yang sudah dilakukan OJK sekarang ini, misalnya reksa dana yang disuspensi, sesuatu yang baik karena kalau tidak dilakukan, ini sewaktu-waktu kan akan meledak juga entah kapan,” kata Micahel di Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Dirinya menekankan bahwa seluruh produk reksa dana di Indonesia ini tak bisa diberikan garansi imbal hasil. Pasalnya, aturan OJK menyebutkan bahwa reksa dana hanya bisa diberi garansi oleh guarantor yaitu perbankan dan dana asuransi.
Tetapi, dalam aturan OJK yang lain disebutkan dana asuransi dilarang memberikan garansi untuk fund dan aturan Bank Indonesia juga menyebutkan tak boleh ada satu pun bank yang diperbolehkan menggaransi produk reksa dana.
Ke depannya, Michael mengatakan bursa maupun OJK harus melanjutkan pemeriksaan produk-produk yang ada di pasar modal supaya kejadian serupa tak terulang lagi.
“Biasanya kalau sudah diperiksa, mulai takut untuk melakukan. Seperti yang terjadi sekarang, begitu satu dan dua diperiksa, semua berhenti dan tiba-tiba performa dari reksa dana yang ikut dalam orkestra itu tiba-tiba ytd turun 75%, 50%, 40%. Puluhan reksa dana seperti itu karena stop orkestranya takut diperiksa,” jelas Michael.
Sementara bagi investor, Presiden Direktur Mandiri Manajemen lnvestasi Alvin Pattisahusiwa menyebut kejadian belakangan ini bisa menjadi referensi ke depannya untuk memilih manajer investasi yang prudent.
Investor disarankan untuk lebih berhati-hati dengan janji return yang ditawarkan oleh MI. Sebaiknya pula investor turut membedah aset dasar yang dipilih oleh fund manager dan mencermati cara manajer investasi tersebut mengelola portofolionya.
“Sebenarnya investor bisa memilih uangnya bisa diinvestasikan ke MI yang mana, mana MI yang bisa membawa portofolio ke jalan yang lebih baik bukan dengan iming-iming short term return tertentu,” kata Alvin.
Sementara bagi manajer investasi, situasi ketika sulit mendapatkan return dari saham seperti sekarang ini sebaiknya tidak menggoyahkan iman dan terbujuk untuk memberikan garansi return.