Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan mata uang rupiah pada pekan ini akan bertumpu pada perkembangan negosiasi dagang AS dan China yang telah menuju kesepakatan perdagangan tahap pertama.
Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa kelanjutan perjanjian dagang antara AS dan China masih akan menjadi penggerak utama rupiah.
Dia mengatakan bahwa ada prediksi bahwa perjanjian dagang kedua negara tersebut akan ditandatangani pada pekan ini, walaupun belum terdapat detail kepastian terhadap kemajuan tersebut.
“Jadi mungkin rupiah akan bergerak melemah dan menguat mengikuti perkembangan isu ini. Oleh karena itu, rupiah pada pekan ini berpotensi bergerak di kisaran Rp13.980 per dolar AS hingga Rp14.120 per dolar AS,” ujar Ariston kepada Bisnis.
Adapun, pada Sabtu (16/11) negosiator AS dan China dikabarkan mengadakan diskusi konstruktif melalui panggilan telepon untuk mengatasi keprihatinan inti masing-masing pihak dari kesepakatan perdagangan fase pertama tersebut.
Wakil Perdana Menteri China Liu He, negosiator utama China dalam pembicaraan perdagangan dengan AS, berbicara dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang Robert Lighthizer.
Baca Juga
Kemajuan perundingan perdagangan tersebut diyakini akan menjadi sentimen positif bagi aset berisiko termasuk rupiah, karena meningkatkan optimisme pasar terhadap damai dagang yang akan meredam perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (15/11/2019) rupiah ditutup menguat tipis 0,078% menjadi Rp14.077 per dolar AS. Namun, sepanjang pekan ini rupiah telah bergerak terdepresiasi 0,448% terhadap dolar AS.
Penguatan tersebut dibantu oleh neraca perdagangan dalam negeri yang berhasil dirilis surplus dan lebih baik daripada perkiraan pasar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia periode Oktober 2019 berhasil surplus tipis sebesar US$160 juta. Alhasil, secara kumulatif dari Januari-Oktober 2019, neraca dagang mencatatkan penurunan defisit menjadi US$1,79 miliar.
Di sisi lain, selain menanti kepastian penandatangan kesepakatan perdagangan fase pertama AS dan China, pasar juga akan mengalihkan perhatiannya ke pertemuan Bank Indonesia terkait dengan kebijakan moneternya.