Bisnis.com, JAKARTA — Gagal menembus ke bawah dari level support kuat US$1.480 per troy ounce, emas berhasil rebound dan bergerak di zona hijau setelah pada perdagangan sebelumya terdepresiasi sekitar 1 persen.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (6/11/2019) hingga pukul 16.42 WIB, harga emas di pasar spot bergerak menguat 0,28 persen menjadi US$1.487,75 per troy ounce, sedangkan harga emas di bursa Comex untuk kontrak Desember 2019 bergerak menguat 0,3 persen menjadi US$1.488,1 per troy ounce.
Analis PT Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan bahwa belum menembusnya harga emas ke bawah level US$1.480 per troy ounce menjadikan level tersebut sebagai level support area kuat.
“Pertanyaannya, jika belum menembus level tersebut ada sesuatu yang membuat pelaku pasar belum menjual hingga harga emas lebih rendah dari level tersebut, ada sesuatu yang menahan investor untuk mendepresiasikan emas lebih lanjut,” ujar Deddy saat dihubungi Bisnis, Rabu (6/11/2019).
Dia menilai meskipun AS dan China telah memberikan sinyal positif terhadap kesepakatan perdagangan yang diprediksi terjadi pada bulan ini, pasar masih mencari kejelasan lebih lanjut terhadap sentimen tersebut.
Adapun, China mendorong pemerintahan AS untuk menangguhkan tarif impor produk China yang akan diberlakukan pada Desember untuk membantu meredakan perlambatan pertumbuhan ekonomi Negeri Panda tersebut.
Baca Juga
Selain itu, pasar juga tampak berhati-hati terhadap sentimen sengketa perdagangan tersebut mengingat pada November 2020, AS akan mengadakan pemilihan umum yang bisa menjadi faktor penentu lainnya terhadap kesepakatan dagang antara AS dan China.
Seperti yang diketahui, sentimen perang dagang antara dua negera dengan ekonomi terbesar di dunia telah menyelimuti pasar dalam setahun terakhir dan mulai berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Akibatnya, ancaman resesi, terutama di kawasan Eropa yang juga ditambah dengan isu Brexitnya, mulai bermunculan dan meningkatkan minat investor terhadap aset investasi aman termasuk emas.
Sepanjang tahun berjalan 2019, emas telah bergerak menguat 18 persen dan berhasil menyentuh level tertingginya dalam 6 tahun terakhir.
Harapan emas untuk menguat di akhir tahun pun masih cenderung kuat, mengingat dalam 3 tahun terakhir permintaan emas fisik pada kuartal terakhir selalu naik sehingga membantu mendorong harga emas.
Deddy memproyeksi pada perdagangan Kamis (7/11/2019) emas bergerak cenderung terbatas di kisaran US$1.480 per troy ounce hingga US$1.495 per troy ounce. Jika emas akhirnya bisa menembus level support kuat, lanjutnya, logam mulia tersebut dapat mengejar level support selanjutnya di US$1.460 per troy ounce.
Sekadar Teknikal Rebound
Kendati demikian, Analis PT Maxco Futures Suluh Adil Wicaksono mengatakan bahwa penguatan emas saat ini tidak lebih dari sekadar teknikal rebound sehingga ancaman pelemahan pun masih membayangi harga.
“Jika dilihat pergerakan hari ini teknikal rebound di kisaran US$1.487 per troy ounce, artinya penguatan hanya untuk jangka pendek saja,” ujar Suluh saat dihubungi Bisnis, Rabu (6/11/2019).
Dia mengatakan bahwa seharusnya emas bergerak melemah seiring dengan data ISM non manufaktur AS yang dirilis lebih baik daripada perkiraan pasar sehingga menopang penguatan dolar AS.
Ancaman resesi AS kembali mereda sehingga pelaku pasar akan lebih memilih aset berisiko dan menjauh dari aset safe haven seperti emas.
Suluh juga mengatakan bahwa sepanjang November pergerakan emas tidak akan jauh dari level psikologis di US$1.500 per troy ounce. Di sisi lain, harga emas fisik pun saat ini masih turun tajam sehingga sangat direkomendasikan untuk dibeli.
Berdasarkan situs logammulia.com, harga emas batangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) turun Rp8.000 menjadi Rp750.000 per gram, melanjutkan pelemahannya selama tiga perdagangan berturut-turut.
Sementara itu, pada perdagangan Kamis (7/11/2019) harga emas diproyeksi bergerak di antara US$1.480 per troy ounce hingga US$1.500 per troy ounce. Adapun, penembusan salah satu level tersebut akan memicu trend baru.