Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berjangka stagnan pada Selasa (22/10/2019), terbebani oleh pembengkakan stok minyak mentah AS di tengah tanda-tanda kemajuan perdagangan AS-China.
Data Bloomberg memperlihatkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (Nymex) kontrak pengiriman November 2019 melemah 0,32 persen atau 0,17 poin ke posisi US$53,14 per barel, hingga Selasa (22/10) pukul 15.10 WIB.
Sementara itu, harga minyak mentah Brent di ICE London melemah 0,17 persen atau 0,1 poin ke posisi US$58,86 per barel.
Adapun harga minyak mentah berjangka di New York dan Brent di London hanya sedikit berubah setelah jatuh dalam 2 pekan.
Dalam survei Bloomberg, persediaan minyak mentah kemungkinan meningkat untuk keenam kalinya sepanjang pekan yang berakhir pada 18 Oktober 2019, sekaligus menjadi kenaikan terpanjang dalam hampir setahun.
Menurut estimasi 11 analis yang disurvei oleh Bloomberg, stok minyak AS akan naik 3 juta barel. Jika Energy Information Administration (EIA) mengonfirmasi hal itu, maka akan menjadi kenaikan terpanjang sejak November 2018.
Baca Juga
Adapun data resmi akan diumumkan oleh Pemerintah AS pada Rabu (23/10) waktu setempat.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan China telah mengindikasikan negosiasi dagang berjalan dengan baik. Hal itu memberikan secercah harapan terhadap permintaan energi global.
Pada Senin (21/10), Trump berharap untuk menyepakati kesepakatan dagang dalam konferensi tingkat tinggi di Chile pada bulan depan.
Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin akan berbicara dengan mitra dari China pada Jumat (25/10). Para pembuat kebijakan di China sedang mempersiapkan 2 pertemuan utama dalam beberapa pekan mendatang, dengan bukti baru pertumbuhan ekonomi sudah menyentuh titik terendah selama hampir 3 dekade.
Menurut Bloomberg Economics, harga minyak telah merosot dari puncaknya pada April 2019 karena perselisihan antara Beijing dan Washington melemahkan permintaan. Selain itu, juga karena persediaan minyak mentah AS terus berkembang di atas rata-rata musiman 5 tahun mereka.
Dampak perang dagang bertanggung jawab atas sekitar 70 persen dari penurunan harga, sedangkan sisanya adalah hasil dari pasokan yang berlimpah. Kabar buruknya, tren ini diperkirakan akan berlanjut pada tahun depan.
John Driscoll, kepala strategi di JTD Energy Services Pte di Singapura, menyampaikan pasar minyak sedang lesu dan jangkauannya terbatas.
“Harga minyak menghadapi hambatan ekonomi makro, fundamental yang lebih lemah, dan tarif angkutan tanker yang berat,” tuturnya.