Bisnis.com, JAKARTA – Malaysia, produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar kedua di dunia, memperingatkan peraturan baru Uni Eropa bisa mengancam industri senilai US$60 miliar.
Seperti dilansir dari Reuters, Selasa (22/10/2019), Menteri Industri Malaysia Teresa Kok mengatakan Uni Eropa (UE) tengah mencari batasan baru pada kontaminan makanan dalam lemak dan minyak olahan, termasuk minyak sawit.
“Industri kami harus siap untuk mengantisipasi apapun tantangan terhadap hambatan perdagangan ini. Kemudian, yang paling penting mengatasi masalah ini, terutama pada keamanan pangan,” ujarnya dalam konferensi mengenai pasokan minyak sawit dan potensinya di Kuala Lumpur.
Sebagai informasi, minyak kelapa sawit digunakan dalam segala hal, mulai dari lipstik hingga biofuel. Namun, perannya sebagai media masak yang lebih murah memastikan bahwa sektor makanan menyumbang hampir 70 persen dari konsumsi global minyak nabati ini.
Kok menambahkan UE telah memberlakukan batasan untuk glycerin ester serta akan menerapkan batasan untuk ester 3-MCPD. Hal itu kemungkinan berdampak pada konsumsi minyak sawit dalam produk makanan.
Seperti diketahui, glycerin ester atau asam lemak gliserin adalah senyawa kimia yang merupakan komponen berbagai macam lemak yang terdapat pada minyak sawit. Senyawa ini juga bisa ditemukan dalam lemak hewani dan biasa dipakai untuk bahan kosmetik.
Baca Juga
Otoritas Keamanan Pangan Eropa telah mengatakan kedua kontaminan itu meningkatkan masalah kesehatan potensial. Kelompok kerja Komisi Eropa juga telah membahas pengaturan level maksimum untuk ester 3-MCPD dalam bahan makanan.
Para pemerhati lingkungan telah menyerang minyak kelapa sawit, karena industri tersebut dianggap telah menghilangkan kawasan hutan.
Sementara itu, Kok menegaskan Indonesia dan Malaysia akan menentang undang-undang UE lainnya yang membatasi penggunaan sawit dalam biofuel di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Seperti diketahui, UE telah menetapkan target 2030 untuk menghapus bahan bakar transportasi berbasis kelapa sawit dari konsumsi energi terbarukan, setelah menyimpulkan bahwa penanaman plasma menyebabkan deforestasi yang berlebihan.